1.Pendahuluan
Dakwah merupakan kewajiban bagi orang
islam, dakwah adalah proses berkomunikasi dimana komunikator menyampaikan pesan
kepada komunikan untuk mengajaknya kepada kebenaran sesuai al qur’an dan
sunnah. Dakwah dapat di lakukan dengan segala teori komunikasi, karena dakwah
adalah usaha untuk menerangkan kehidupan manusia dari melakukan
kesalahan/melanggar larangan agama, juga untuk memperjelas tata cara beragama
islam.
Islam mengajarkan bahwa dakwah berlangsung
sepanjang zaman, mulai dari nabi Muhammad SAW, hingga akhir zaman. Tujuan
dakwah adalah memerintahkan yang ma’ruf dan melarang
yang mungkar untuk mencari ridha Allah SWT dengan cara yang baik.
Islam adalah agama yang baik dan harus disebar luaskan dengan baik pula.
Dakwah islam dilaksanakan baik dengan ucapan
lisan, tulisan karangan, maupun dengan berupaya memberikan contoh yang baik
dalam kehidupan umat manusia. Untuk bisa menyampaikan pesan kepada komunikan
dakwah (mad’u) secara jelas, diperlukan pengetahuan tentang karakteristik mad’u
secara individual dalam konteks dakwah.
Persuasifitas mengarah pada sejauh mana
pesan-pesan dan aktifitas dakwah dapat mempengaruhi dan meyakinkan jamaah
dakwah. Suatu komunikasi dakwah berdaya panggil secara berbeda pada jiwa orang
yang diserunya. Ada daya panggil besar yang, namun ada pula yang berdaya
panggil kecil. Sekecil apapun daya panggil dakwah, selayaknya dipahami sebagai
efek dari kegiatan komunikasi dakwah.
Penyebar luasan islam ke Nusantara juga
tercatat sebagai hasil dari proses asimilasi kehidupan melalui jalan dakwah
yang dilakukan oleh Walisongo (Sembilan wali). Dakwah islam yang mereka lakukan
itu lebih dititik beratkan kepada ajaran hati (tashawuf), sehingga dapat
menyentuh hati dan membina kepribadian muslim yang lemah lembut (Bambang S.
Ma’arif : 2010).
Aktivitas dakwah persuasif akan melahirkan
AIDDA yaitu attention, interest, desire, decision, action. Artinya kegiatan
dakwah akan dapat menghasilkan hasil yang maksimal jika pelaku dakwah berusaha
membangkitkan attention (perhatian), kemusian interest (minat), desire
(hasrat), decision (keputusan), dan action (menggerakan untuk berbuat) sesuai
dengan harapan pelaku dakwah (Fauziah dkk : 2010).
Oleh : Zakaria efendi
2.Hakikat
Dakwah Persuatif
Secara
terminologi, para ahli berbeda-beda dalam memberikan pengertian tentang dakwah
Islam. Ada yang mengartikan dakwah Islam secara luas seperti Hasan al-Banna,
ada yang memberikan pengertian bahwa dakwah merupakan transformasi sosial,
seperti Adi Sasono, Dawam menafsirkan dakwah secara normatif yakni mengajak
manusia ke jalan kebaikan dan petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan di duniadan
akhirat. Meskipun terjadi perbedaan-perbedaan, tetapi sebenarnya
pendapat-pendapat mereka memilki benang merah yang dapat menjadi titik temu dan
hakikat dari dakwah itu sendiri, yakni dakwah Islam sebagai aktivitas
(proses)mengajak kepada jalan Islam.
Meskipun terjadi perbedaan-perbedaan,
tetapi sebenarnya pendapat-pendapat nereka memilki benang merah yang dapat
menjadi titik temu dan hakikat dari dakwah itu sendiri, yakni dakwah Islam
sebagai aktivitas (proses)mengajak kepada jalan Islam. Dalam aktivitas mengajak
kepada jalan Islam, Al-Qur’an memberikan gambaran yang jelas seperti tertera
dalam surat Fushilat ayat 33.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ
إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang menyerah diri?"
Dari ayat ini ada dua pendekatan yang
dapat digunakan dalam menjalankan aktivitas dakwah, yakni dakwah bil-qoul dan
dakwah bil-amal. Dakwah bil-qaul dapat dilakukan secara individual,
kelompok atau massa. Inilah yang kemudian menjadi kajian utama dalam Progam
Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Bimbingan Konseling Islam (BKI).
Sementara dakwah bil-amal merupakan aktivitas dakwah yang dilakukan dengan cara
social engineering (rekayasa sosial). Dakwah model ini yang menjadi fokus
kajian program studi pengembangan masyarakat Islam (PMI). Untuk mengefektifkan
dan mengkoordinasikan antara antara dakwah bil-qaul dengan dakwah
bil-amal diperlukan adanya manajemen dan inilah yang menjadi fokus dalam Progam
Studi Manajemen Dakwah (MD).
Ismail R. Al-Faruqi dan istrinya Lois
Lamnya membagi hakikat dakwah Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas dan
uviversalisme. Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam, termasuk keyakinan
dalam meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari ancaman,
harus benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri, karena
dakwah tidak bersifat memaksa. Dakwah juga merupakan ajakan untuk berfikir.
Keuniversalan Risalan Nabi Muhammad adalah untuk semua manusia, bahkan juga
jin. Risalahnya berlaku sepanjang masa tanpa batasan ruang dan waktu (Tim
penulis Rahmat semesta : 2003).
1.
Sifat-Sifat Dasar Dakwah Dalam dialog internasional tentang Dakwah Islam dan
Misi Kristen pada tahun 1976, Ismail Raji Al-Faruqi dari Universitas Temple
Philadelphia, USA, merumuskan sifat-sifat dasar dakwah sebagai berikut:
a. Dakwah
bersifat persuasif, bukan koersif
b. Dakwah
ditujukan kepada pemeluk Islam dan non-Islam
c. Dakwah adalah anamnesis, yakni berupa
mengembalikan fitrah manusia
d. Dakwah adalah rational intelection,
dakwah bersifat rasional.
e. Dakwah adalah rationally necessary,
dakwah bersifat kebutuhan (Moh, Ali, Aziz : 2009).
2. Fungsi Dakwah
a.
Dengan dakwah umat Islam dapat menjadi saudara.
b.
Dakwah Islam mutlak diperlukan agar Islam menjadi penyejuk bagi kehidupan
manusia
c.
Melalui dakwah, Islam tersebar keseluruh penjuru dunia, jadi dakwah Islam
berfungsi sebagai tongkat estafet peradaban manusia.
d.
Dakwah berfungsi menjaga orisinalitas pesan dakwah Nabi SAW
e.
Dakwah berfungsi mencegah laknat Allah, yakni siksa untuk seluruh manusia.
3. Faktor Hidayah dalam Sistem Dakwah
Pendapat-pendapat para ahli tafsir mengenai pengertian hidayah ada dua yakni
pertama, hidayah sebagai petunjuk informatif, yaitu memberikan pemahaman
tentang pesan Islam. Hidayah jenis ini ditunjukkan kepada masyarakat yang masih
membutuhkan banyak informasi ajaran Islam. Kedua, hidayah sebagai petunjuk
pembinaan. Dalam hal ini masyarakat dibimbing dan digerakkan untuk menjalankan
ajaran Islam. Lebih rinci lagi Al-maroghi membagi hidayah Allah menjadi lima
macam yaitu:
a. Hidayah Ilham (hidayah al-Ilham)
Hidayah jenis ini terbentuk sejak kita dilahirkan. Kita dituntut oleh Allah SWT
untuk memenuhi kebutuhan pokok kita.
b. Hidayah
pancaindera (hidayah al-haws) Selain dorongan insting, kita juga dituntun oleh
Allah lewat pancaindera untuk mengenali dunia disekeliling kita.
c.
Hidayah akal (hidayah al-aql)
d.
Hidayah agama dan syariat (hidayah al-adyan wa al-syara’i) Melalui kita
Allah akan membimbing kita untuk
menyelidiki aspek baik dan buruk dalam kehidupan ini.
e.
Hidayah pertolongan (hidayah al-maunah wa al-taufiq) Hidayah ini mutlak hak
milik Allah, tak satupun makhluk bisa memberikan hidayah ini. Dengan mengetahui
peranan hidayah dalam Islam kita dapat memahami kebebasan dalam dakwah.
Pendakwah bukan penentu hidayah tetapi pendorong. Dari berbagai macam hidayah
tadi dapat diketahui bahwasanya ada keterbatasan hak dan kemampuan pendakwah
untuk merubah sikap dan tingkah laku keagamaan orang yang didakwahinya.
Pendakwah hanya bertugas menyampaikan ajaran Allah SWT.
3.Hambatan
Didalam
suatu tindakan yang bersifat positif maupun negatife sekalipun pasti memiliki
kekurangan dan kelebihan, seperti juga hambatan didapat dipungkiri bahwa dakwah
persuasif juga memiliki hambatan sebagaimana awal mula datangnya agama islam
ini, memiliki hambatan dan cobaan dalam melakukan dakwah ke berbagai tempat
yang memiliki keadaan latar bel;akang yang berbeda-beda. Dalam hal ini ada
beberapa hal yang menghambat dakwah persuasive, antara lain: Noice factor, Semantic factor,kepentingan,
motivasi, Prejudice (Drs.
R. Rockomy, 1969).
a) Noice Factor
Hambatan
yang berupa suara baik disengaja maupun tidak disengaja seperti handphone
berbunyi
b) Semantic Factor
Pemakaian
kosakata yang tidak dimengerti oleh mad’u
c) Kepentingan(Interest)
Dakwah
harus menyodorkan message yang mampu membangkitkan Interest dari
mad’u, bagaimana seorang da’I mampu mengepek materi dakwah sehingga mad’u tertarik
untuk menyimaknya.
d) Motivasi
Motivasi
ini dilihat dari sudut pandang mad’u bukan pada da’I, jika motivasi mad’u
mendatangi aktivitas dakwah bersifat negatif, apabila isi komunikasi
bertentangan dengan komunikasi yang seharusnya ada, misalnya salah singgung
akan mengakibatkan kekecewaan-jelas sekali bahwa mengenali medan adalah
persyaratan utama tercapainya tujuan dakwah persuasif
e) Prejudice
Prasangka adalah hambatan paling berat
terhadap kegiatan dakwah persuasif, prasangka sosial merupakan sikap perasaan
orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan,
yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu
Adanya perbedaan pandangan dan jalan hidup,
mengharuskan adanya saling pengertian dan kesediaan untuk menghargai
pandangan dan jalan hidup yang lainnya (H. Musa Asy’arie : 1992). Apalagi sesama masyarakat muslim kita seharusnya saling
menasehati satu sama lain, tidak menghujat dan membedakan satu golongan dengan
yang lain. Inilah penyebab agama islam pada era modern ini jatuh, jatuh bukan
berarti hancur, jatuh akan bisa bengkit kembali lagi sesuai yang diinginkan
jikalau masyarakat muslim bersatu walaupun berbeda sudut pandang dalam
melakukan amal ibadah.
4.Materi
Dakwah Persuatif
Materi dakwah persuasif
menggunakan Al-Qur’an dan Hadis. Al Qur’an
merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk
berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi
manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala perintah Allah dan
menjauhi segala larangnannya. sedangkan Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan
untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi
Muhammad SAW dalam haditsnya. Untuk menyampaikan materi dakwah
persuasif yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis, dapat menggunakan
beberapa cara atau strategi diantara lain :“qaulan layina, qaulan syadida,
qaulan karima, qaulan maisura, qaulan baligha dan qaulan Ma’rufan,”.
1. Qaulan
layyina (perkataan
yang lemah lembut).
Menurut Asfihani dalam Mu’jam-nya, qaulan layyina mengandung
arti lawan dari kasar, yakni halus dan lembut. Pada dasarnya halus dan lembut
itu dipergunakan untuk mensifati benda oleh indera peraba, tetapi kata-kata ini
kemudian dipinjam untuk menyebut sifat-sifat akhlak dan arti-arti yang lain.
Jadi dakwah yang lemah lembut adalah dakwah yang dirasakan oleh mad’u sebagai
sentuhan yang halus tanpa mengusik atau menyentuh kepekaan perasaannya sehingga
tidak menimbulkan gangguan pikiran dan perasaan.
2. Qaulan
Syadida (perkataan
yang benar).
Term
qaulan syadida, menurut ibn Manshur dalam lisan al-a’rabnya, kata sadid diyang
dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti mengenai sasaran (yusib
al-qashda). Jadi pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’u ,
siapa pun mad’unya, adalah jika materi yang disampaikan itu benar, baik darin
segi bahasa atau pun logika, dan disampaikan dengan pijakan takwa.
3. Qaulan
Karima (perkataan
yang mulia)
Dalam perspektif dakwah, qaulan karima diperlukan jika
dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia
lanjut. Psikologi orang usia lanjut biasanya sangat peka terhadap kata-kata
yang bersifat menggurui, menyalahkan apalagi yang kasar, karena meeka merasa
lebih banyak pengalaman hidupnya, dan merasa dalam kondisi telah banyak kehilangan
kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, untuk menjadikan pesan dakwah kepada orang
tua itu persuasif, haruslah disampaikan dengan perkataan yang mulia.
4. Qaulan
maisura (perkataan
yang ringan)
Kalimat Maisura berasal dari kata yasr, yang artinya
mudah. Qaulan Maisura adalah perkataan yang mudah diterima, yang ringan, yang
pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura artinya pesan
yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat difahami secara
spontan tanpa harus berfikir dua kali.
5. Qaulan
Baligha (perkataan
yang membekas pada jiwa)
Qaulan Baligha dapat diterjemahkan ke dalam
komunikasi yang efektif. Baligha artinya sampai
atau fasih. Jadi, untuk orang munafik tersebut diperlukan komunikasi efektif
yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang akan
mengesakan atau membekas pada hatinya. Sebab dihatinya banyak dusta, khianat,
dan ingkar janji. Kalow hatinya tidak tersentuh sulit mendukungnya.
Jalaluddin Rahmat mengartikan Qaulan
Baligha tersebut menjadi dua,Qaulan Baligha terjadi bila
da’i menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya
sesuai dengan frame of reference and field of experience. Kedua, Qaulan
Baligha terjadi bila komunikator menyentuh pada hati dan otaknya
sekaligus.
6. qaulan
Ma’rufan (perkataan yang baik)
qaulan
Ma’rufan dapat diartikan dengan ungkapan yang pantas. Secara
etismologi qaulan Ma’rufan berarti al-hair atau ihsan, yang
berarti yang baik-baik. Jadi qaulan Ma’rufan mengandung
pengertian perkataan atau ungkapan yang pantas dan baik. Jalaluddin Rahmad
menjelaskan bahwa qaulan Ma’rufan adalah perkataan yang baik.
Allah menggunakan fase ini ketika bicara tentang kewajiban orang-orang kaya
atau orang kuat terhadap orang-orang yag miskin atau lemah. qaulan
Ma’rufanberarti pembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan,
mencerahkan pemikiran, menunjukkan pencerahan terhadap kesulitan kepada orang
lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material, kita harus dapat
membantu secara psikologi (M.Munir : 2009).
5.Kesimpulan
Dakwah persuasif adalah proses
mempengaruhi mad’u dengan pendekatan psikologis, sehingga mad’u mengikuti
ajakan da’i tetapi merasa sedang melakukan sesuatu atas kehendak sendiri (tidak
dipaksakan). Proses komunikasi dakwah persuasif bertujuan mengubah
sikap, pendapat, dan perilaku. Menurut Ilahi (2011) kegiatan persuasif
merupakan kegiatan psikologi untuk mempengaruhi pendapat, tindakan dan sikap
dengan menggunakan manipulasi psikologis, sehingga individu tersebut bertintak
atas kehendaknya sendiri. Aktivitas dakwah persuasif akan melahirkan AIDDA
yaitu attention, interest, desire, decision, action.
Artinya kegiatan dakwah akan dapat
menghasilkan hasil yang maksimal jika pelaku dakwah berusaha membangkitkan
attention (perhatian), kemusian interest (minat), desire (hasrat), decision
(keputusan), dan action (menggerakan untuk berbuat) sesuai dengan harapan
pelaku dakwah Karakteristik dakwah persuasif yang ditandai dengan unsur
membujuk, mengajak, mempengaruhi dan meyakinkan. Dakwah Persuasif menurut QS.
An-Nahl ayat 125 adalah dakwah billisan atau dakwah dengan menggunakan
kata-kata atau yang dikenal Tabligh. Al-Qur’an
memberikan iatilah-istilah pesan yang persuasive dengan kalimat qaulan layina, qaulan
ma’rufa, qaulan baligha, qaulan sadida, qaulan karima, qaulan maisura, dan
qaulan tsaqila.
Referensi
Ali,
Moh Aziz. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana
Bambang
S. Ma’arif, Komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2010)
Fauziah,
dkk, Psikologi Dakwah, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009)
H. Musa Asy’arie, Manusia
Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam, Cetakan Pertama, 1992),
M.Munir, Metode Dakwah,Jakarta, kencana, 2009
Tim
Penulis Rahmat Semesta, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar