Rabu, 24 Mei 2017

IDENTIFIKASI TANTANGAN DAKWAH ISLAM DI ERA GLOBALISASI




Abstrak
      Globalisasi telah menimbulkan berbagai tantangan dakwah, dimana globalisasi yang identik dengan kemajuan teknologi menimbulkan dampak yang signifikan bagi kegiatan dakwah. Bukan tidak beralasan, jika melihat masyarakat indonesia adalah masyarakat penikmat teknologi terbesar di dunia. Khususnya media yang notabenya teknologi penghibur masyarakat indonesia yang setiap penayangannya tidak lagi mementingkan nilai-nilai agama mudah sekali mempengaruhi kehidupan religious masyarakat.
   Di era globalisasi tantangan dakwah juga tidak semata-mata timbul karena adanya teknologi, melainkan kemajuan berfikir manusia yang melenceng dari kaidah agama islam. Kemajuan berfikir itu menimbulkan kegaduhan dengan munculnya keyakinan-keyakinan baru dan paham-paham baru yang sebenarnya sangat bertentangan dengan ajaran islam namun mengatasnamakan bahwa keyakinannya tersebut adalah islam. sehingga Dai di era globalisasi saat ini di hadapkan dengan tantangan dakwah yang berupa aliran sesat dan keyakinan sesat.
     Oleh karena itu Dai di tuntut untuk lebih kreatif dan tegas dalam berdakwah dengan menciptakan metode-metode dakwah yang bisa mengatasi tantangan dakwah yang ada saat ini. Seperti  memanfaatkan media untuk berdakwah hingga ketegasan dalam menyampaikan dakwah. Metode yang sering di gunakan dalam kegiatan dakwah di era globalisasi ini banyak sekali menggunakan cara berdebat, bukan tidak beralasan, melainkan memang keadaa telah memaksa untuk menggunakan metode tersebut, sehingga di harapkan Dakwah bisa di sampaikan dan di terima dengan baik, meskipun dalam perdebatan selalu akan menimbulkan perselisihan, tidak mengapa karena hal itu di lakukan untuk menemukan kebenaran.
Kata kunci : Globalisasi, Tantangan, Dakwah

1.PENDAHULUAN
    Zaman telah mencapai kemajuannya, begitu juga dengan dakwah yang terus mengikuti arus perkembangannya yang di dukung oleh teknologi yang semakin mutakhir. Dakwah yang berarti menyeru atau mengajak kepada umat manusia kearah yang benar sudah di lakukan sejak zaman dulu dan bermula dari Rasulullah saw yang hingga kini menjadi satu-satunya pedoman dalam berdakwah. Rasulullah saw telah memenuhi perintah Allah swt yaitu untuk menyebarkan agama islam pada masyarakat jahiliyah yang sama sekali belum mengenal islam, beragam tantangan dalam misinya menyebarkan ajaran agama islam sudah di laluinya, hingga percobaan pembunuhan-pembunuhan terhadap Beliau terus di lakukan. Akan tetapi Allah senantiasa menolongnya hingga Rasulullah saw menuai puncak perjuangannya dalam misinya untuk menyebarkan ajaran agama islam yaitu ketika Beliau kembali ke Kota Mekkah bersama pasukannya untuk menakhlukan kota tersebut dan menjadikannya kota yang islami.     
     Lain halnya dengan ketika zamannya Rasulullah, hingga saat ini perjuangan Dakwah terus di lakukan oleh para Dai untuk menerangkan umat manusia dengan ajaran yang benar sesuai dengan Al quran dan hadist. Dalam misinya untuk menyebarkan ajaran islam yang sesuai dengan al quran dan hadist para Dai juga selalu mendapat tantangan. Mungkin tantangan dakwah islam di masa Rasulullah masih hidup dan saat ini tidak berselisih jauh beratnya, melainkan berbeda zaman dan berbeda rupa tantangan. Jika dulu Rasulullah mendapat tantangan dari kaum jahiliyah yang sama sekali belum mengenal islam dan Beliau di tuntut untuk memperkenalkan islam dan mengajarkannya, beda dengan sekarang di era modern ini, dimana sang juru dakwah justru di hadapkan dengan tantangan yang datang dari umat yang seakidah yang sudah keluar dari kaidah al quran dan hadist yang menjadi sumber ajaran islam. atau bahkan tantangan itu datang dari umat islam yang beriman namun rela menggadaikan imannya demi kesenangan duniawi.
    Para Dai mendapat tantangan dari umat yang seaqidah namun perilakunya tidak mencerminkan bahwa mereka memeluk agama islam. Hal ini dapat di lihat dimana di era globalisasi ini banyak sekali muncul aliran sesat, organisasi-organisasi sesat, juga umat islam yang mengaku sebagai alusunnah wal jamaah akan tetapi senang melakukan dosa dengan sengaja. Tentu tantangan ini tidak bisa di anggap remeh, melainkan tantangan tersebut adalah tantangan yang sangat serius bagi Dakwah di era globlalisasi ini. Globalisasi telah mencapi puncak kemajuaanya dengan penciptaan-penciptaan teknologi yang muktahir, sehingga budaya barat yang notabenya budaya yang sangat jauh sekali dari ajaran islam masuk dengan seenaknya dan mempengaruhi umat islam untuk tergiur menirunya sehingga mereka mengabaikan bahwa apa saja yang di lakukannya adalah hal-hal yang di larang oleh agama.
     Biasanya dari kalangan anak-anak muda yang tidak mendapat basic keagamaan yang kuat mudah sekali untuk meniru apa yang mereka lihat, atau mengikuti gaya hidup seseorang yang di idolakannya namun bukan orang islam, sehingga gaya hidup idolanya jauh sekali dari ajaran-ajaran islam. Atau karena pengaruh media yang kurang mendidik dan tidak mementingkan nilai agama dalam setiap penanyangan progam acaranya, sehingga anak-anak yang menonton acara tersebut tertarik mengikutinya dengan dalih supaya tidak ketinggalan jaman. Hingga kalangan anak-anak muda yang membudayakan hubungan pacaran, tentunya ini menjadi PR bagi sang juru dakwah juga untuk semua umat yang beragama islam supaya saling mengingatkan agar saudara-saaudara kita tidak terjerumus ke dalam perkembangan jaman yang salah dengan menyalahgunakan pemanfaatan teknologi yang tersedia.
    Oleh karena itu disini penulis akan mencoba mengungkap apa saja yang menjadi tantangan dakwah islam di era globalisasi ini, dengan merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Dakwah, Globlalisasi, dan Tantangan
2. Macam-macam tantangan Dakwah di era Globlalisasi
3. Solusi untuk mengatasi tantangan dakwah di era globalisai

2.PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa “Da’wah” berarti panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti memanggil, menyeru atau mengajak (Da’a, Yad’u, Da’watan). Orang yang berdakwah disebut Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut Mad’u (Saputra, 2012).
Selain itu, dakwah juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses mengajak seseorang atau sekelompok untuk menjadi lebih baik. Hal ini tentunya dilakukan dengan menyeru untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk atau yang biasa disebut amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat.
     Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab da’a yad’u da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil (Drs. Samsul Munir Amin, M.A, 2008) . Di antara makna dakwah secara bahasa adalah   An-Nida artinya memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah Menyeru, ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu (Jum’ah Amin Abdul Azi, 2011 ) .
    Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai berikut:
1.      Prof. Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
2.      Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3.      Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4.      Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan  panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.
5.      Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim (Wahidin Saputra : 2011 ) .
Dakwah adalah kewajiban untuk menyampaikan kebenaran oleh umat islam yang di berikan kepada sesamanya, karena dakwah merupakan perintah bagi seluruh umat yang beragamakan islam, namun disini bidang dakwah biasanya lebih sering di lakukan oleh juru dakwah yang di sebut dengan Da’i. Meskipun begitu tidak ada salahnya jikaa seseorang yang bukan dai menyampaikan pengetahuannya tentang agama, karena ini beerlandaskan dari hadist Nabi yang berbunyi “ sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”. Oleh sebab itu kewajiban kita sebagai muslim adalah untuk menyampaikaan pengetahuan kita tentaang Agama meski hanya tentang sebuah kebaikan yang di anjurkan melaui Al quran dan juga hadist Nabi SAW.

B.Pengertian Globalisasi
       Globalisasi atau globalization dalam bahasa arab disebut dengan al-aulamah yaitu masdar dari al-‘ālam berdasarkan timbangan atau wazan faualah yang memiliki arti alam atau dunia yang dalam bahasa arab disebut dengan al-ālamiah.   Sebahagian orang menginterpretasikan globalisasi sebagai upaya melenyapkan dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga, semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. (Yusuf al-Qardhawi, 2001: 21).
  Globalisasi adalah bentuk dari kemajuan zaman dimana zaman mengalami perubahan dalam segala hal, ini biasanya dapat berupa penciptaan-penciptaan teknologi karena kemajuan berfikir manusia. Kemajuan juga membuat manusia bisa melakukan sesuatu yang baru yang dan berangsur-rangsur semenjak manusia di ciptakan yang di ceritakan oleh sejarah-ssejaraah yang ada.
     Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
    Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
    Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
  • Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
  • Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
  • Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
  • Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
    Ada beberapa dampak negatif globalisasi yang digulirkan oleh dunia Barat yang rawan mempengaruhi kehidupan seorang muslim, dan sekaligus menjadi tantangan dakwah di era globalisasi, yaitu:
    Pertama, adalah kecenderungan maddiyyah (materialisme) yang selalu kuat pada zaman sekarang ini.Kedua, adanya proses atomisasi, individualistis. Kehidupan kolektif, kebersamaan, gotong royong, telah digantidengan semangat individualisme yang kuat. Ketiga, sekulerisme yang senantiasa memisahkan kehidupan agama dengan urusan masyarakat, karena agama dinilai hanya persoalan privat antar individu semata. Dan keempat, munculnya relativitas norma-norma etika, moral, dan akhlak. Sehingga dalam suatu konteks masyarakat yang dianggap tabu bisa saja dalam konteks masyarakat yang lain dianggap boleh (Amin Rais, 1998: 65-66)

C.Pengertian Tantangan
   Tantangan adalah suatu hal atau bentuk usaha yang memiliki tujuan untuk menggugah kemampuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI “Tantangan” berarti hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah rangsangan dan untuk bekerja lebih giat mengatasi masalah. Ini bisa di artikan bahwa masalah yang di hadapi umat islam di era globalisasi ini menantang Dai khususnya untuk menemukan solusi supaya bisa memecahkan setiap masalah ketika berdakwah.
   Globalisai menciptakan sinergi berupa hal yang positif dan juga negative, namun keduanya tidak berimbang adanya. Globlalisasi menciptakan tantangan yang lebih besar bagi kegiatan dakwah, dimana kemajuan teknologi sangat mempermudah umat manusia untuk mengakses dunia sehingga terciptalah rasa penasaran pada diri manusia yang melihat sesuatu yang dianggapnya menarik sehingga teerjadilah sikap meniru baik gaya hidup, gaya berfikir, dan gaya berbicara. Sehingga kesalahan persepsi khususnya di indonesia yang berbudaya ketimuran tertarik untuk mempraktikan budaya barat pada dirinya dan tidak lagi memperhatikan bahwa apa yang dilakukannya bertentangan dengan adat budaya ketimuran juga agama islam, sehingga hal ini yang menimbulkan tantangan bagi Dai untuk menyadarkan kembali umat manusia di era teknologi ini.
    Sehingga tantangan juga dapat memberi sinergi bahwa dengan adanya tantangan solusi harus secepatnya di temukan supaya tidak terjadi hal yang lebih buruk. Meskipun dalam kepercayaan juru dakwah bahwa bahwa hidayah Allah lah yang mampu merubah manusia, namun tidak berarti kita harus diam saja dan menunggu datangnya hidayah, melainkan bahwa kita di anjurkan untuk berusaha semampunya kemudian menyerahkan semua hasil usaha kita dalam berdakwah kepada Allah semata.
Ketika masyarakat memasuki era globalisasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan yang dihadapi semakin rumit. Tantangan tersebut tidak mengenal ruang, batas, waktu dan lapisan masyarakat, melainkan ke seluruh sektor kehidupan dan hajat hidup manusia, termasuk agama. Artinya, kehidupan kegamaan umat manusia tidak terkecuali Islam di mana pun ia berada akan menghadapi tantangan yang sama. Soejatmoko menandaskan bahwa agama apapun kini sedang diuji dan ditantang oleh zaman (Soejatmoko, 1994: 78).

 
3.MACAM-MACAM TANTANGAN DAKWAH DI ERA GLOBLALISASI

A.Pernikahan Beda Agama
    Di penghujung tahun lalu, Indonesia digegerkan lagi dengan persoalan menikah lintas agama. Sebenarnya polemik tersebut sudah terjawab dalam UU nomor 1 tahun 1974 yang menyebutkan pada pasal 2 ayat (1), “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.” Jika ada agama yang mengharamkannya, maka tidak sah. Secara tegas pun MUI melarang adanya pernikahan beda agama. Hal itu berlaku bukan hanya pada Islam. Namun, ketegasan pemerintah masih belum terlihat sehingga terdapat celah untuk menikah beda agama di luar negeri karena Kantor Catatan Sipil tetap dapat mencatat pernikahan beda agama di luar negeri.
     Dalam Islam, seorang pria Muslim diperbolehkan menikahi perempuan non Muslim dengan catatan mampu mengajaknya untuk menjadi mualaf. Namun, akan menjadi haram jika pemahaman agama dan akidah si pria lemah, karena akan berpotensi murtad, jika tetap dipaksakan. Sedangkan perempuan Muslim haram hukumnya untuk menikahi pria non Muslim seperti dinyatakan dalam Alquran, surat Al Baqarah ayat 221,
 وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
   Sungguh perasaan cinta sebesar apapun tidak bernilai jika itu bertentangan dengan hokum yang Alah berikan melalui al qur’an, sehingga sebaiknya para kalangan keluarga benar-benar memperhatikan dengan siapa anak-anak mereka akan menikah. supaya sebuah perbedaan agama tidak pernah di satukan dalam ikatan pernikahan, karena jika terjadi hal itu akan menimbulkan masalah yang berkelanjutan, seperti jika lahir anak dari pasangan yang berbeda agama anak tersebut harus mengikuti siapa.
B.Toleransi Agama Kebablasan
    Beberapa waktu silam, sebuah gereja besar di Washington DC menjadi tempat shalat Jum’at berjama’ah. Satu peristiwa yang sangat mengejutkan. Seperti dilansir VOAIndonesia.com, 14 November 2014, menjadi hari yang ‘aneh’ dengan adanya peristiwa itu. “Katedral Nasional Washington adalah tempat ibadah bagi semua orang,” sambut Pendeta Gina Campbell. Pendeta Campbell bersama Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat, Ebrahim Rasool, yang menjadi pemrakarsa dari kegiatan tersebut pasca peringatan antar agama bagi almarhum Nelson Mandela, beralasan hal tersebut mampu menebarkan perdamaian serta mengurangi perselisihan antar agama di Amerika Serikat.
     Peristiwa tersebut berpotensi memancing kontroversi dan menimbulkan toleransi agama yang berlebihan. Karena bisa saja setelah hal tersebut, akan muncul fenomena serupa di tempat lain dalam bentuk berbeda, misalnya diperbolehkan ada ritual kebaktian Kristen atau persembahan agama non-Islam lainnya di masjid-masjid. Sudah jelas, Islam adalah agama toleran, namun tidak menyangkut masalah akidah, ibadah, apalagi prinsip tauhid.
   toleransi yang kebablasan di indonesia sudah mulai terang-terangan dalam praktiknya, kita lihat saja ketika natal tiba, banyak sekali orang islam dengan sengaja memakai atribut dan memngucapkan selamat natal, padahal hal ini di larang dalam agama islam.
    Toleransi yang benar, toleransi hanya sebatas menghargai, menghormati setiap perbedaan yang ada di indonesia, karena perbedaan sebagai ciri khas indonesia yang mencankup suku, budaya, ras, etnis dan agama. Terkadang perbedaan juga terjadi terhadap pengikut golongan yang sama, itu adalah hakikat manusia yang mempunyai daya pikir, cara berfikir setiap manusialah yang berbeda-beda sehingga menimbulkan pendapat dan pandangan yang berbeda pula. Dan di situlah titik toleransi harus di letakkan, bagi orang yang berfikir toleransi adalah bagian dari hidup, karena toleransi menenteramkan dan memberi suasana aman. Yang salah kepada toleransi adalah ketika seseorang mingikuti baik kegiatan, cara hidup, dan juga berkeyakinan dalam sebuah perbedaan dengan mengatasnamakan toleransi. Allah memang menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling mengenal, tapi bukan saling meyakini, apalagi mengikuti tata cara hidup yang berbeda keyakinan. Keyakinan di sini berarti luas, bukan hanya keyakinan dalam beragama, namun juga dalam sebuah organisasi (cara berbaur). karena dalam islam, toleransi yang kebablasan menjadi bagian dari tantangan dakwah pada era Globalisasi seperti saat ini.

C. Pacaran
   Hubungan kasih sayang tanpa ikatan atau yang di kenal dengan istilah pacaran seperti sudah membudaya di kalangan remaja indonesia. Mirisnya adalah ketika sepasang laki-laki dan perempuan memiliki rasa saling mencintai tau bahwa agama melarang pacaran namun tetap melakukannya. Di indonesia pacaran ibarat penyakit yang menjangkit, karena jika di hitung menggunakan persentase mungkin akan menghasilkan remaja indonesia lebih banyak yang melakukan hubungan pacaran.
   Banyak hal yang bisa di timbulkan dari hubungan ini bahwa banyak sekali kejadian hamil di luar nikah, bagi anak di bawah umur tentunya hal ini akan menghambat pertumbuhan yang semestinya, dimana seharusnya mereka harus meletakkan konsenterasinya untuk pendidikannya akan tetapi mereka malah belajar melakukan hubungan layaknya orang dewasa. Suatu realita yang sangat memprihantikan dimana pelaku pacaran tidak hanya oleh orang-orang dewasa yang biasanya mengatakan mencari pacar dulu sebelum menikah, namun banyak skali anak-anak sekolah di bawah umur juga melakukan hubungan pacaran padahal pacaran adalah seuah hubungan yang di larang dalam agama islam.
   Yang mengherankan di indonesia bahwa para orang tua yang tau memberikan anak-anak mereka izin atau bagi orang tua yang tidak tau karena anak-anak mereka melakukan hubungan pacaran secara sembunyi-sembunyi namun di luar mereka merasa bebas bahkan tidak lagi merasa malu ketika jalan berdua, duduk berdua, boncengan menggunakan sepeda motor di jalan raya berdua. Bahkan situs berita resmi KOMPASNIA.COM pada tahun 2015 mendapatkan survey di Ponorogo bahwa 80% remaja perempuannya sudah melakukan hubungan seks pranikah dan remaja laki-laki menduduki persentase yang lebih tinggi, bagaimana jika survey ini di lakukan di seluruh indonesia tentu hasilnya akan membuat umat islam prihatin.
    Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya. Allah berfirman : “Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .”(QS. Ali Imran :14).
    Meskipun islam mengakuti cinta itu fitrah dan juga anugerah, namun tetap saja bukan dengan melakukan hubungan pacaran, karena pacaran akan mendorong pelakukanya untuk berbuat zina meskipun hanya dengan saling memegang tangan pasangannya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Israa’ Ayat 32
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)
Juga hadist Rasulullah saw yang melarang perbuatan zina,
Janganlah seorang laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, melainkan yang ketiga dari mereka adalah setan…”(HR. Tirmidzi, no.2165)
Pezina tidak dikatakan mu’min ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57
   Jika umat islam sudah mengetahui bahwa pacaran adalah hubungan yang tidak di perbolehkan maka sangat di sayangkan jika tetap melakukannya karena mereka akan berdosa dan menimbukan tantangan bagi dakwah di era globalisasi ini. Padahal jika seseorang merasakan cinta bisa saja langsung mendatangi wali untuk melamarnya, dan jika cinta terjadi pada kalangan remaja yang belum cukup usia untuk menikah, lebih baik mereka di jauhkan supaya tidak melakukan hal-hal yang di larang oleh agama.
D.Enggan mendirikan sholat 
    Sholat merupakan kewajiban bagi umat islam, sholat Fardu adalah bentuk ibadah paling inti dalam agama islam yang bertujuan untuk menyembah Allah swt yang telah menciptakan setiap diri manusia. Sholat juga merupakan rukun islam yang kedua setelah syahadat, oleh karena itu sholat menimbulkan efek yang amat besar bagi manusia yang memeluk agama islam, baik dari segi pendapatan pahala jika seseorang rajin melaksanakan sholat dan juga dosa yang amat besar bagi setiap orang yang meninggalkan sholat karena sholat sebagai tiang agama seperti hadist Rasulullah saw Sholat Adalah Tiang Agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya” (HR. Bukhari Muslim).
   Meninggalkan Salat dapat berakibat sangat fatal bagi Amalan kita yang lain, dengan tidak mengerjakan Salat maka tidak diterima Amalan kita satupun sebagaimana tidak diterimanya sesuatu karena ada Syirik. Dipembahasan sebelumnya kita juga telah mengetahui bahwa Salat adalah Imadul Islam, tiang Islam. Tidak melaksanakan Salat pada satu waktu atau beberapa waktu, akan menggugurkan semua Amal ibadah yang lain yang dilakukan pada waktu itu atau menyebabkan ditolaknya semua amal kebajikan yang dikerjakan dalam waktu itu (Ash-Shiddieqy ,M. Hasbi : 2009).
    Mengenai hukum meninggalkan Salat Fardhu, Rasulullah Shallahi’alaihi wa Sallam  telah mengingatkan kepada kita melalui Sabdanya,
”Antara seorang Islam dan kekafiran ialah meninggalkan Salat.” (HR. Ahmad dan Muslim dari Jabir, At- Targhib I:342)
”Urusan yang memisahkan antara kita (para Muslimin) dengan mereka (orang kafir) itu, ialah Salat. Maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Daud dari Buraidah, At Targhib I: 342)
     
     An- Nawawi menerangkan, ”Orang yang meninggalkan Shalat karena mengingkari kewajibannya, dianggap telah menjadi kafir, keluar dari millah (agama) Islam dengan ijma’ ulama kecuali kalau ia baru memeluk Islam dan belum mengetahui hukum tentang wajib Shalat. Dalam buku Kamal, Abu Malik, Ensiklopedia Halat barang siapa yang meninggalkan Salat karena mengingkari kewajibannya, atau menolak kewajibannya dan tidak ada alasan lain, maka ia dihukumi sebagai orang kafir dan telah Murtad menurut kesepakatan kaum Muslimin. Imam (pemerintah Muslim) harus memintanya untuk bertaubat dari keyakinannya, jika ia bertaubat (maka taubatnya diterima dan diberlakukan sebagaimana kaum Muslimin lainnya) dan jika tidak mau bertaubat maka ia dihukum mati karena sebab keMurtadannya (keluar dari agama Islam) dan berlaku baginya semua hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum orang Murtad (Kamal, Abu Malik : 2009).

E.Sekularisme
      Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katholik dan Protestan di Eropa. Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah bahwa negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya. Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui keberadaannya di gereja-gereja saja.
    Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri,1997).  Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal manusia. Termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah).
   Di lembaga pendidikan formal Islam di dunia Islam-pun tidak luput dari serangan sekularisme. Pada awalnya (di Indonesia tahun 1970-an), pembicaraan mengenai penelitian agama, yaitu menjadikan agama (lebih khusus adalah agama Islam) sebagai obyek penelitian adalah suatu hal yang masih dianggap tabu. Namun jika kita menengok perkembangannya, khususnya yang meyangkut metodologi penelitiannya, maka akan kita saksikan bahwa agama Islam benar-benar telah menjadi sasaran obyek studi dan penelitian. Agama telah didudukkan sebagai gejala budaya dan gejala sosial. Penelitian agama akan melihat agama sebagai gejala budaya dan penelitian keagamaan akan melihat agama sebagai gejala sosial (Mudzhar, 1998).
     Bagi M. Natsir, sekularisasi dipandang sebagai tantangan yang sangat serius bagi kebangkitan Islam. Bahkan, pada hampir sebagian besar hidupnya (1908-2008), Natsir telah melibatkan diri secara aktif dalam upaya menanggulangi dan melawan gerakan sekularisasi. Sebelum masa kemerdekaan, bersama gurunya, A. Hassan, Natsir sudah terlibat polemic dengan Soekarno. Ketika itu Soekarno melontarkan gagasannya soal hubungan agama dan Negara di majalah “Pandji Islam” pimpinan tokoh Masyumi Zainal Abidin Ahmad nomor 12 dan 13 tahun 1940. Ia menulis sebuah artikel berjudul “Memudahkan Islam”.
     Dalam tulisannya, Bung Karno menyebut sekularisasi yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki yakni pemisahan agama dari Negara sebagai langkah “paling modern” dan “paling radikal”. Kata Bung Karno, “Agama dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam itu dihapuskan oleh Turki, tetapi Islam itu diserahkan kepada manusia-mansuia Turki sendiri, dan tidak kepada Negara. Maka oleh karena itu, salahlah kita kalau kita mengatakan bahwa Turki adalah anti-agama, anti-Islam. Salahlah kita, kalau kita samakan Turki itu dengan, misalnya, Rusia.” Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama dengan yang dilakukan Negara-negara Barat. Di negar-negara seperti Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Jerman, dan lain-lain, urusan agama diserahkan kepada individu pemeluknya, agama menjadi urusan pribadi, dan tidak dijadikan sebagai urusan Negara, tidak dijadikan sebagai agama resmi Negara. Jadi, simpul Soekarno, buat keselamatan dunia dan buat kesuburan agama bukan untuk mematikan agama itu urusan dunia diberikan kepada pemerintah, dan urusan agama diberikan kepada yang mengerjakan agama.“Geef den Keizer wat des Keizers is, en God wat Godes is,” kata Soekarno mengutip Bijbel.
    Untuk itu, Mohammad Natsir beserta A. Hassan terus menerus menepis pemahaman secular yang dilontarkan oleh Bung Karno di dalam majalah tersebut. Sebab, pada dasarnya Islam tidak pernah memisahkan antara urusan agama dan Negara. Bahkan, dengan tegas A. Hassan menyebutkan, Ir. Soekarno tidak mengerti bahwa Eropa memisahkan agama Kristen dari Staat (Negara), tidak lain karena di dalam agama Kristen tidak ada ajaran (konsep) tentang pemerintahan. Dari zaman Nabi Isa ‘alaihi al-salâm hingga sekarang ini belum pernah terdengar bahwa suatu Negara menjalankan hokum agama Kristen. Demikian kritik pedas A. Hassan.
Jika dilihat dari akar bahasa, sekularisme berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “zaman sekarang ini” (the present age).
    Sedangkan secara terminology sekularisme mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi Negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme diidefiniskan sebagai “a system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship”. Yang bila diterjemahkan secara bebas berarti, sebuah system doktrin atau praktis yang menolak bentuk apapun dari keimanan dan upacara keagamaan. Jadi secara sederhana bisa dikatakan, sekularisme adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlu al-Din ‘an al-hayat), yakni pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari Negara dan politik. Agama hanya diakui eksistensinya pada urusan privat atau pribadi saja, hubungan manusia dengan Tuhannya. Tapi agama tidak boleh dibawa-bawa ke wilayah public, yang mengatur hubungan antarmanusia, seperti masalah social, politik, ekonomi, dan sebagainya (K.H. Siddiq Aminullah : 2009)
   
     Dampak pemahaman secular ini yang paling nyata adalah hilangnya sikap amr ma’ruf nahyi munkar. Karena dengan dalih hak asasi individu, orang akan semena-mena untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban agamanya dan leluasa melanggar aturan-aturan Allah. Padahal ketika kegiatan amr ma’ruf nahyi munkar ditinggalkan maka yang terjadi adalah lenyapnya keberkahan wahyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا عظَّمَتْ أمتى الدنيا نُزِعَتْ منها هيبةُ الإسلامِ وإذا تَرَكَت الأمرَ بالمعروفِ والنهىَ عن المنكرِ حُرِمَتْ بركةُ الوحى وإذا تسابَّتْ أمتى سقطتْ من عينِ الله (الحكيم عن أبى هريرة) جامع الأحاديث – (ج 3 / ص 368)
“Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabut kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amr ma’ruf nahyi munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling mencaci, maka mereka akan jatuh dalam pandangan Allah.” (H.R. al-Hakim dari Abu Hurairah)
      Untuk itu, pantas bila kita diharamkan berpaham secular itu. Berdakwah kepada orang-orang secular kadang jauh lebih berat daripada berdakwah pada orang awam. Hal ini menjadi contoh nyata bahwa tatagan dakwah di era globlalisasi amatlah berat, oleh karena itu perjuangan dakwah di era globlalisasi haruslah tetap di perjuangkan.
F.Liberalisme
    Akhir-akhir ini umat islam indonesia di guncang dengan ujian emosinalnya atas pidato Presiden Indonesia Joko Widodo yang menyatakan bahwa Agama harus di lepaskan dari demokrasi.  Dari pernyataan ini tentu sangat membuat masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama islam sangat kecewa, meskipun indonesia bukanlah Negara islam melainkan Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam tentunya mengharap bahwa setidaknya hokum yang berlaku di indonesia tidak bertentangan dengan hokum islam. Namun jika melepaskan Agama dari Demokrasi maka bisa memunculkan paham liberalisme beragama.
    Sebagai adjektif, kata ‘liberal’ dipakai untuk menunjuk sikap anti feudal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka (independent), berpikiran luas lagi terbuka (open-minded). Dalam politik liberalism dimaknai sebagai system dan kecenderungan yang berlawanan dengan, dan menentang mati-matian sentralisasi dan absolutism kekuasaan. Munculnya republik-republik menggantikan kerajaan-kerajaan konon tidak terlepas dari liberalism ini ( KH. Siddiq Aminullah : 2009 ). Liberalism yang telah dikampanyekan sejak abad 15 M oleh Locke, Hume (Inggris), Rousseau, Diderot (Prancis), Lessing dan Kant (Jerman) ini pada tahap selanjutnya menuntut kebebasan individu yang seluas-luasnya, menolak klaim pemegang otoritas Tuhan, dan menuntut penghapusan hak-hak istimewa gereja maupun raja (Nashruddin Syarief : 2010).
   Dengan demikian, tidak berlebihan jika pada akhirnya liberalism yang kebablasan tersebut mengajarkan tiga hal, yaitu: pertama, kebebasan berpikir tanpa batas alias free thinking. Kedua, senantiasa meragukan dan menolak kebenaran alias sophisme. Dan ketiga, sikap longgar dan semena-mena dalam beragama (loose adherence to and free exercise of religion). Yang pertama berarti kebebasan memikirkan apa saja dan siapa saja. “Berpikir koq dilarang,” ujar golongan ini. Yang kedua lebih dikenal dengan istilah ‘sufasta’iyah”, yang terdiri dari skeptisisme, agnostisme, dan relativisme. Sementara yang disebut terakhir tidak lain dan tidak bukan adalah menisfestasi nifaq, dimana seseorang tidak mau dikatakan kafir walaupun dirinya sudah tidak committed lagi pada ajaran agama(DR. Syamsuddin Arif : 2008).
    Sayangnya, paham liberalism ini lambat laun namun pasti merembes pada pola pikir umat Islam. Menurut Nirwan Safrin, benih kemunculan liberalisasi di dunia Islam bisa ditelusuri ketika Daulah Utsmaniyah mulai mengadopsi beberapa pemikiran Barat. Ketika Kerajaan ini gagal mempertahankan beberapa wilayah kekuasaannya, para pemegang kekuasaan telah berusaha membawa masuk segala kemajuan teknologi militer Barat ke Negara mereka. Ini disebabkan adanya dugaan bahwa kekalahan mereka yang mereka alami disebabkan lemahnya kekuatan militer mereka. Tetapi importasi alat-alat militer saja tidak cukup, karena mereka juga memerlukan tenaga-tenaga mahir untuk mengendalikan peralatan tersebut. Akhirnya merekapun mengirimkan putra terbaik mereka ke institute-institut pendidikan di Barat. Sekembalinya ke tanah air, mereka mendapati bahwa keahlian yang mereka miliki tidak dapat dipraktekkan melainkan system pendidikan yang ada juga diperbaharui. Akhirnya, dilakukan pembaruan pendidikan. Tapi itu saja tidak cukup, karena ia juga menuntut pembaruan politik. Begitulah seterusnya hingga akhirnya Kemal Attartuk membubarkan Daulah Islamiyyah ‘Utsmaniyyah dan mendirikan Negara Turki berideologikan sekularisme. Proses westernisasi pun berjalan dan segala yang berbau agama segera dihabisi. Hamper satu abad Negara Turki secular sudah berdiri namun hingga hari ini sebuah Turki tidak ada bedanya dengan Negara dunia ketiga yang lain, terbelakang dari segi pendidikan dan terpuruk dari sisi ekonomi(DR. Nirwan Safrrin : 2008).
G.Pluralisme
   Ketika disandingkan dengan agama, maka pengertian ‘pluralisme agama’ adalah koeksistensi (kondisi hidup bersama) antar-agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas, dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing (Nashruddin Syarief : 2010). Namun pada tataran implikasinya, pluralism agama didasarkan pada asumsi bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Dengan kata lain, menurut mereka, agama adalah persepsi relative terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga dengan demikian setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya sendiri yang benar. Bahkan, menurut Charles Kimball, salah satu cirri agama jahat (evil) adalah agama yang memiliki klaim kebenaran mutlak (absolute truth claim) atas agamanya sendiri (Adian Husaini : 2008).
    Pemahaman seperti ini jelas bertentangan dengan Al-Qur’an ayat 18 yang mengatakan bahwa agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam. Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآَيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ  [آل عمران/19]
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Q.S. Ali Imran, ayat 19)
Dan firman-Nya di dalam ayat yang lain:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ  [آل عمران/85]
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Ali Imran, ayat 85)
    Dengan demikian, jelas kesesatan dan kekeliruan pluralism agama itu. Bagi kita yang beragamakan islam harus menjadi keyakinan yang sebenar-benarnya bahwa hanya Islam agama yang benar, dan tidak sama dengan agama-agama yang lain. Oleh karena itu hal seeperti ini tidak boleh terjadi di indonesia, karena seperti kita ketahui bahwa kehidupan bangsa indonesia berpedoman dengan pancasila dimana sila yang pertama berbunyi “ Ketuhanan yang Maha Esa”. Jadi tidak ada alasan apapun yang membenarkan bahwa meyakini semua agama itu adalah suatu kebenaran. Justeru hal yang demikian adalah suatu pemahaman yang sesat yang sangat membahayakan bagi kehidupan beragama di indonesia.


H.Aliran sesat
   Selain tantangan-tantangan dakwah yang muncul bentuk pemahaman dan pemikiran keagamaan yang kebablasan, sehingga dengan pemahaman dan pemikiran yang salah dalam beragama akan memunculkan aliran-aliran sesat. Aliran sesat ini di bentuk dengan sengaja untuk memecah belah umat islam, sehingga bentuk-bentuk aliran sesat sangat berbahaya karena bertentangan dengan al qur’an dan sunnah. Oleh sebab itu aliran sesat menjadi tantangan dakwah di era globalisasi yang sangat serius, karena jika penanganannya tidak di segerakan akan mudah sekali menyebar di indonesia. Aliran sesat di indonesia sangat mudah mendapatkan pengikut, doktrin dari para ulama sesat melalui ceramah-ceramah keagamaan yang menyamakan ajaran yang di bawanya dengan sunni, bahkan di indonesia aliran sesat mudah sekali menyebar hingga ke pelosok negeri.
  Mengenai pengertian aliran sesat, ada beragam versi. Ketua Dewan Fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin, mendefinisikan aliran sesat adalah aliran di luar kesepakatan wilayah perbedaan dan melenceng di luar manhaj yang shahih. Sedangkan menurut KH Miftah Faridl, suatu tindakan dikategorikan sesat apabila pelakunya menggunakan nama Islam tapi ajaran yang dianut dan disebarkannya tidak sesuai dengan ajaran pokok Islam yang prinsip. Misalnya, mereka tidak percaya dengan wajibnya shalat lima waktu, atau mereka tidak percaya pada As-Sunah (Hadis) sebagai salah satu sumber hukum Islam. Pada intinya, aliran sesat adalah aliran yang paham atau ajarannya tidak sesuai dengan Al- qur’an dan hadits.
A.ciri-ciri aliran sesat
   Pengertian “sesat” dalam istilah “aliran sesat” adalah penyimpangan dari dasar-dasar Islam (ushuluddin) yang dirumuskan oleh MUI ke dalam 10 kriteria, yaitu :
1.                  Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun islam
2.                  Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i
3.                  Meyakini turunnya wahyu sesudah al-Qur`an
4.                  Mengingkari otentisitas dan kebenaran al-Qur`an
5.                  Menafsirkan al-Qur`an tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir
6.                  Mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7.                  Menghina, melecehkan, dan/atau merendahkan Nabi dan Rasul
8.                  Mengingkari Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir
9.                  Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah   ditetapkan syari’at
10.              Mengafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

     Rumusan yang dikeluarkan oleh MUI tersebut tentu bukan rumusan langsung yang diturunkan dari ayat al-Qur`an atau hadits Rasulullah saw. Sebab, sampai saat ini belum ditemukan ayat al-Qur`an dan hadits Rasulullah saw yang langsung menunjuk kesepuluh kriteria tersebut sebagai aliran sesat. Kesepuluh kriteria aliran sesat di atas hanya merupakan “fatwa” yang pastinya didasarkan pada penelitian lapangan terkait fenomena penyimpangan keberagamaan umat Islam Indonesia yang kemudian dirujukkan pada dalil-dalil naqli(al-Qur`an-hadits) yang ada, sehingga batasan itu yang menjadi pedoman suatu kepercayaan di indonesia, supaya masyarakat tidak melampaui batas karena bisa menimbulkan konflik dalam masyarakat.
B.Macam-macam aliran sesat di indonesia    
1. Ahmadiyah
    Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Ahmadiyah masuk Indonesia pada tahun 1935, kini sudah mempunyai 200 cabang, terutama Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB, dan lain- lain. Aliran ini sudah banyak dilarang secara lokal/daerah, tetapi belum secara nasional (Hartono Ahmad Jaiz : 2002).
Pokok Ahmadiyah adalah      

1.    Mirza Ghulam mengaku dirinya nabi dan rasul utusan Tuhan
2.    Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkiroh sama sucinya dengan kitab suci Al-qur’an, karena sama-sama wahyu dari Tuhan
3.    Wahyu tetap turun sampai hari kiamat, begitu juga nabi dan rasul tetap diutus sampai hari kiamat juga
4.    Mereka mempunyai tempat suci tersendiri yaitu qadian dan rabwah
5.    Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan non- Ahmadiyah tetapi lelaki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita non- Ahmadiyah
6.    Tidak boleh bermakmum dengan imam yang bukan Ahmadiyah
7.    Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan dan tahun sendiri, yaitu: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha 11. Nubuwwah 12. Fatah. Sedang nama tahun mereka adalah Hijri syamsi (Hartono Ahmad Jaiz : 2002).
2.LDII
    Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadist/Islam Jamaah yang didirikan oleh H. Nur Hasan Al Ubaidillah pada tahun 1951. Setelah aliran tersebut dilarang pada tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972, selanjutnya LEMKARI tahun 1972 tersebut berganti nama lagi dengan Lembaga karyawan Islam pada tahun 1981 yang disingkat juga yaitu LEMKARI (1981). Dan kemudian berganti nama lagi dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pada tahun 1990 sampai sekarang. Penggantian nama tersebut dikaitkan dengan upaya pembinaan Darul Hadits/Islam Jamaah agar mereka meninggalkan ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang tersebut, ajaran LDII meliputi sebagi berikut:
1. Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun.
2. Wajib taat kepada amir atau imam.
3. Alquran dan hadist yang boleh diterima adalah yang manqul yang keluar dari mulut imam atau amir mereka.
“Barang siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan pendapatnya (secara tidak manqul) walau benar maka sungguh ia telah salah”.
Dengan ilmu manqul amal ibadah seseorang menjadi sah, diterima oleh Allah, diberi pahala oleh Allah, dan dimasukkan surga. Tetapi tanpa manqul ibadah seseorang tidak sah dan dimasukkan neraka. Hal ini berdasarkan dalil:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabnya”. (Al-Isra’: 36)
 4. Dosa bisa ditebus kepada sang amir atau imam.
5. Infak sadaqah dan zakat hanya diperuntukkan amir atau imam dan haram berinfak kepada orang lain.
6. Halal mengambil harta milik orang lain di luar kelompok mereka.
7. Haram nikah di luar kelompok mereka.
3.SYI’AH
    Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. Sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannnya selalu merujuk pada keturunan nabi Muhammad saw atau orang yang disebut ahl bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahlul bait, mereka menolak petunjuk yang berasal dari para sahabat selain ahl bait atau para pengikutnya (Abdul Rozak : 2009).
   Gerakan syiah di Indonesia luar biasa aktifnya. Mereka sangat pintar menempatkan orang-orangnya di posisi penting serta sangat lihai melobi para pejabat pemerintah. Kelompok syiah Indonesia dengan dukungan yang terang-terangan dari kedutaan besar Iran di Jakarta. Posisi yang mereka atur antara lain adalah:
1.      Dr. Jalaluddin Rachmat untuk menggarap keluarga mantan wakil Presiden Soedarmonno serta kelompok elit kebayoran Baru dengan menggunakan Yayasan (pengajian sehati).
2.      Ir. Haidar Bagir (pemimpin di Harian Umum Republika) menggarap orang-orang dekat Habibie (ketua ICMI- Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia- yang kemudian jadi WAPRES dan sempat jadi Presiden sementara melanjutkan Soeharto) dan kelompok intelektual lainnya.
3.      Prof. Dr. Quraisy Shihab yang menggarap tokoh agama termasuk Majelis Ulama Indonesia, kalau ada keputusan MUI yang mau keras terhadap aliran-aliran sempalan. Dan dengan pendekatannya yang intensif dengan keluarga cendana akhirnya dia terpilih menjadi menteri agama pada cabinet pembangunan VII, sehingga LPPI mengeluarkan brosur kecil yang berjudul: Syiah dan Quraisy Shihab. Seandainya dia terpilih lagi menjadi Menteri Agama oleh Presiden Habibie, maka LPPI akan menerbitkan buku yang lengkap tentang Quraisy Shihab mengenai keterlibatannya dengan Syiah terutama mengenai buku-buku tulisannya (Hartono Ahmad Jaiz : 2002).
Gerakan Syiah di Indonesia mempunyai beberapa percetakan penerbitan besar serta modern untuk menerbitkan buku-buku syiah. Menurut LPII tahun 1996 yang lalu, mereka telah menyebarkan 82 jilid buku tentang Syiah, dan syiah ini banyak tersebar di berbagai wilayah indonesia sehingga aliran syiah sangat membahaayakan keharmonisa umat beragama di indonesia.
4.GAFATAR
Fatwa MUI terhadap aliran GAFATAR  sebagai berikut :
a.bahwa di tengah masyarakat telah berkembang organisasi bernama Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) yang bergerak di bidang sosial, namun pada faktanya mengajarkan keyakinan dan pemahaman keagamaan yang meresahkan masyarakat muslim.        
b. bahwa di antara keyakinan dan pemahaman keagamaan yang meresahkan tersebut berasal dari ajaran al-Qiyadah al-Islamiyah dan millah Abraham, yakni menyakini adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa setelah Nabi Muhammad SAW, yaitu Ahmad Musadeq alias  Abdus Salam Messi sebagai  mesias dan juru selamat; mengingkari kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji; serta mencampuradukkan pokok-pokok ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi dengan cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir;
c. bahwa aliran ini berkembang di beberapa daerah yang kemudian menimbulkan keresahan masyarakat, sehingga sebagian organisasi, lembaga termasuk Kejaksaan Agung RI mengajukan permintaan fatwa tentang masalah tersebut.           
d.bahwa oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang aliran GAFATAR guna dijadikan pedoman.
   Pengambilan keputusan terhadap fatwa untuk GAFATAR MUI telah mengkaji dali-dalil al qur’an yang bertentangan dengan ajaran GAFATAR sehingga MUI mempunyai bukti-bukti untuk menfatwakan bahwa aliran GAFATAR adalah sesat dengan bukti sebagi berikut :
1. Surat dari Kejaksaan Agung RI Nomor B-165/D.2/Dsp.2/01/2016 tanggal 29 Januari 2016 perihal Permohonan Fatwa MUI tentang Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR)
2. Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2007 tentang Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang menyatakan sebagai sesat dan menyesatkan. 
3.  Keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh Nomor 02 Tahun 2011 tentang Analisa/Kajian Kegiatan Pengrusakan Aqidah/Pemurtadan/Penistaan Agama Islam di Kota Banda Aceh yang melakukan pengkajian tentang aliran Millata Abraham;
4. Fatwa MUI Maluku Utara Nomor 11 Tahun 2015 Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR);
5. Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 01 Tahun 2015 tentang Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
6. Fatwa MUI Kalimantan Barat Nomor 01/MUI-Kalimantan Barat/I/2016 tentang Ajaran Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
7. Keputusan Rapat Kerja Nasional MUI Tahun 2007 tentang Kriteria Aliran Sesat;
8. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V Tahun 2015 tanggal 7 – 10 Juni 2015 tentang Kriteria Pengkafiran (Dhawabith at-Takfir).   
9. Hasil Pengkajian dari Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI tentang aliran Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) yang disampaikan pada tanggal 28 dan 30 Januari 2016, yang antara lain sebagai berikut:   
GAFATAR merupakan metamorphosis dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah  dan Komunitas Millah Abraham.
Paham keagamaan GAFATAR sama dengan paham keagamaan Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Komunitas Millah Ibraham;         
GAFATAR menyebarkan keyakinan dan pemahaman keagamaan: (i) adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai  mesias dan juru selamat, yaitu Ahmad Musadeq alias  Abdus Salam Messi yang hakikatnya nabi akhir zaman setelah nabi Muhammad saw; (ii) mengingkari kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji; (iii) mencampuradukkan (sinkretisme) antara ajaran Islam, Yahudi dan Nasrani dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir.       
10. Pandangan, saran, dan pendapat yang berkembang dalam Rapat Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia bersama Komisi Fatwa MUI dan Komisi Pengkajian dan Penelitian pada 2 Februari 2016.
11. Penjelasan dari Kejaksaan Agung RI pada forum tabayun (klarifikasi) dalam Rapat Komisi Fatwa MUI serta Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI pada 2 Februari 2016, yang pada intinya menyatakan bahwa organisasi GAFATAR semula bergerak di bidang sosial, namun dalam perkembangannya mengajarkan aliran keagamaan yang merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah serta aliran Millah Abraham. 
12. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa MUI pada tanggal 30 Januari 2016 dan 3 Februari 2016.  
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.      
    Penetapan fatwa MUI berdasarkan penyelidikkan berlandaskan dalil-dalil al quran dan juga hasil keputusan memantapkan MUI untuk mengeluarkan Fatwa sesat terhadap aliran GAFATAR berlandaskan :
a.       Ketentuan umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:     
Aliran GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara) adalah sebuah aliran keagamaan yang menempatkan Ahmad Moshaddeq sebagai Guru Spiritual dengan meyakini dan mengajarkan ajaran antara lain;
1.adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai  mesias dan juru selamat, yaitu Ahmad Moshaddeq alias  Abdus Salam Messi yang hakikatnya nabi setelah nabi Muhammad saw
2.belum mewajibkan shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji.  
Millah Abraham adalah pemahaman dan keyakinan  GAFATAR yang mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir;                           

Aliran al-Qiyadah al-Islamiyah adalah aliran yang berkembang dengan dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq yang mengajarkan ajaran keagamaan, antara lain;
1. adanya syahadat baru, yang berbunyi: “Asyhadu alla ilaha illa Allah wa asyhadu anna masih al- Mau’ud Rasul Allah”
2.adanya nabi/rasul baru sesudah Nabi Muhammad SAW, dan
3.belum mewajibkan shalat, puasa dan haji.  
MUI menyatakan bahwa GAFATAR telah Murtad yaitu orang yang telah keluar dari ajaran agama Islam.           
b. Ketentuan Hukum
Aliran GAFATAR adalah sesat dan menyesatkan, karena:  
1. merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah yang sudah difatwakan sesat melalui Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2007.          
2. mengajarkan paham dan keyakinan Millah Abraham, yang sesat menyesatkan karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang tidak sesuai dengan kaedah tafsir.       
3. Setiap muslim pengikut aliran GAFATAR dikelompokkan sebagai berikut :       
yang meyakini faham dan ajaran keagamaan GAFATAR adalah murtad (keluar dari Islam), wajib bertaubat dan segera kembali kepada ajaran Islam (al-ruju’ ila al-haq).
yang mengikuti kegiatan sosial tetapi tidak meyakini ajaran keagamaannya tidak murtad, tetapi wajib keluar dari komunitas GAFATAR untuk mencegah tertular/terpapar ajaran yang menyimpang.
      Pemerintah wajib melarang penyebaran aliran GAFATAR serta setiap paham dan keyakinan yang serupa, dan melakukan penindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pimpinan GAFATAR yang terus menyebarkan keyakinan dan ajaran keagamaannya. Pemerintah wajib melakukan rehabilitasi dan  pembinaan secara terus menerus terhadap pengikut, anggota dan pengurus eks GAFATAR.
4. SOLUSI UNTUK MENGATASI TANTANGAN DAKWAH DI ERA GLOBLALISASI
    Masalah dakwah di era globlalisasi telah memberi sinergi pada kegiatan dakwah, ketika masalah yang menghampiri semakin beragam, maka solusi juga harus di ciptakan dengan pengkolaborasian ilmu-ilmu penunjang Dai untuk berdakwah di era globalisasi, hal ini di maksudkan supaya dakwah bisa di sampaikan dengan efektif.  Ada beberapa aspek kemampuan juru dakwah yang harus dimiliki agar sesuai dengan perkembangan zaman yaitu:
1.      juru dakwah hendaknya menguasai berbagai disiplin ilmu sebagai modal dalam melakukan dialog, diskusi atau perdebatan. Dengan dilandasi tata pikir yang teratur dan mampu meyakinkan lawan dialognya. Menurut Yusuf Qardhawi, pengetahuan yang harus dimiliki juru dakwah adalah :
a.       pengetahuan islam yang meliputi pengetahuan sekitar Al-qur’an, sunnah Nabi Muhammad saw, fiqh (hukum islam), ushul fiqh, aqidah dan tasawuf.
b.      pengetahuan sejarah.
c.       pengetahuan bahasa dan kesusastraan.
d.      pengetahuan humaniora yang meliputi ilmu jiwa-sosiologi-filafat-ilmu akhlak dan ilmu pendidikan.
e.       pengetahuan ilmiah (ilmu pengetahuan modern) dan
f.       pengetahuan tentang kenyataan.
2. juru dakwah memiliki kedewasaan sikap dan perilaku yang sesuai dan layak tampil dalam forum-forum, sehingga mampu menciptakan suasana yang bersahabat dan menyenangkan. Karena itu mencakup kriteria mental yang harus dimiliki dan melekat dari dirinya, seperti sifat tawadhu’, sabar, rendah diri, lapang dada, dan lain sebagainya.
3. juru dakwah memilki kemampuan untuk mengambil langkah-langkah atau usaha agar berhasilnya suatu kegiatan dakwah yang menarik dan berkualitas, sehingga manarik mad’u agar mau hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan dakwah (Awaluddin Pimai : 2005).
      Selain itu, untuk menghadapi tantangan yang semakin tak beraturan di era globlalisasi ini para Dai juga harus memilih metode yang tepat. Hal ini bertujuan agar masalah yang terjadi di masyarakat setidaknya bisa di kurangi dengan usaha Dai, juga dengan harapan supaya masalah tidak meluas dan masyarakat sadar akan betapa pentingnya hidup berlandaaskan al quran dan hadist. Dan berikut adalah beberapa metode yang bisa di gunakan dalam berdakwah di era Globlalisasi, yaitu :
1.      Pemanfaatan Teknologi untuk berdakwah
   Memanfaatkan teknologi berarti menggunakannya  untuk berdakwah, ini tentu akan bertentangan dengan sebelumnya, dimana teknologilah yang menyajikan masyarakat pada kekacauan moral dan etika melalui layanan teknoologi. Sehingga untuk memberi keseimbangan pada masyarakat dan karena masyarakat indonesia adalah penikmat teknologi terbesar, maka dengan pemanfaatan teknolgi untuk berdakwah di harapkan dan mengimbangi atau bahkan menetralisasi tayangan-tayangan teknologi yag negative sehingga masyarakat akan memilih akan melanggar agama atau tidak dalm menggunakan dan mempraktikkan apa yang ia dapatkan dari teknologi tersebut.
    Berdakwah menggunakan teknologi tentunya akan menuntut variasi supaya dakwah menggena kepada masyarakat, sehingga media dan dakwah harus pas penggunaanya. Untuk mengatasi tantangan dakwah dari penyalahgunaan teknologi, atau bisa juga karena masyarakat indonesia adalah penikmat teknologi terbesar di dunia, maka dakwah di sini akan mudah sampai pada masyarakat. Sehingga dakwah menggunakan teknologi haruslah yang benar-benar bisa merubah kebosanan masyarakat dalam menerima dakwah melalui teknologi menjadi tertarik untuk memperhatikannya, baik membaca, mendengar, melihat dari setiap penayangan progam dakwah di dalam teknologi apapun.

2.      Metode berdebat
   Untuk mengatasi tantagan yang semakin dasyat di era globlalisasi ini maka menggunakan perdebatan dalam berdakwah di bolehkan, hal ini bertujuan untuk mengatasi tatangan yang bersifat ekstrim, misalya dari kalangan aliran sesat, sehingga pertukaran argument menjadi dakwah bagi setiap yang mendengarnya. Pemahaman terhadap ilmu agama dan ilmu pegetahuan yang lain sangat di anjurkan untuk di kuasai oleh dai yang akan berdakwah menggunakan metode perdebatan. 
    Melihat berbagai macam perdebatan ini, Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik sehingga menjadi metode yang dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai salah satu metode dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode dakwah rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar pandangan, atau dialog.
Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.      Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan mencari kemenangan, melainkan memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2.      Tujuan diskusi semata-mata untuk menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3.      Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri. Karenanya harus diupayakan ia tidak merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap dihargai dan dihormati (Sayyid Qutb : 1979).

Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i  dalam memfilter trend masyarakat global yang negatif, seiring dengan perkembangan dan trend masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu;
1)Perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam
         2) Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang menanamkan nilai-nilai baik dan suci,
         3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa bergunanya nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan
         4) Kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima message baru, apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan lingkungannya ( Abd. Madjid, 2000: 79).

Berkaitan dengan dampak globalisasi pada tatanan kehidupan masyarakat, maka dibutuhkan metode  yang tepat. Metode berarti rangkaian yang sistematis dan merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis (Onong Uchjana E., 1999: 9). Dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu rencana yang tersusun dan teratur yang berhubungan dengan cara penyajian.

     Adapun operasionalisasi dari ketiga metode tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: 
a) Dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya,
b)Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya, dan
c) Dakwah bi al-hal, yaitu berupa prilaku yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya (Wardi Bachtiar, 1997: 34).
  
     Dalam rangka keberhasilan dakwah di era global, maka diperlukan da’i yang memiliki profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal, sesuai kata dengan perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir strategis, memiliki kemampuan analisis interdisipliner, sanggup berbicara sesuai dengan kemampuan masyarakat.(Syahrin Harahap, 1999: 130).
  
   Dengan usaha yang gigih maka di harapkan bahwa para dai mampu menyadarkan para pemangku aliran sesat, dan pemikiran-pemikirian keagamaan yang melampaui batas. Hal ini di lakukan supaya tidak ada lagi aliran sesat dan paham sesat yang hidup di indonesia.

5.KESIMPULAN
    Dari apa yang sudah saya jelaskan di atas bahwa Globlalisasi telah memberikan dampak bagi kegiatan dakwah baik positif maupun negative. Globlalisasi yang identik dengan penciptaan teknologi yang mukhtakhir memermudah masyarakat untuk mengakses dunia luar, bahkan dunia yang melampaui batas agamanya sehingga masyarakat tertarik untuk menerapkan apa yang mereka dapatkan dari menggunakan teknologi dalam kehidupannya dan tidak mementingkan lagi bahwa apa yang di lakukannya tersebut bertentangan dengan agama atau tidak.
    Globlalisasi juga telah memunculkan berbagai paham keagamaan, itu di sebabkan kemajuan berfikir yang salah, sehingga pemikiran-pemikiran yang sesat seperti itu menimbulkan paham-paham baru dalam beragama islam, yang ajarannya jauh sekali dari islam namun tetap menganggap bajhwa keyakinannya sebaian dari islam.
   Dalam era globlalisasi Dai di tuntut untuk lebih cerdas dalam mengkaji masalah di era globlalisasi, sehingga solusi dapat di ciptakan untuk mengatasi hl-hal yang menjadi tantangan dari Dakwah di era globlalisasi. Dai di tuntut untuk lebih cerdas dalam menyampaikan dakwahnya, baik secara lisan ataupun tulisan, baik seecara langsung ataupun menggunakan media. Sehingga dakwah akan berjalan dengan efektif,  karena globalisasi telah memberikan nuansa dan rasa yang berbeda dalam kegiatan Dakwah.


Daftar pustaka :
Adian Husaini, Dr. 2009 Indonesia Masa Depan – Perspektif Peradaban Islam, Jakarta: DDII.
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, (Jakarta: Gema Insani Press), 2005, hlm. 28-51
Adian Husaini, Dr. 2008. “Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer (Pengantar Umum)”, makalah dalam Islamic Worldview (Bahan-bahan Kuliah di Program Pendidikan dan Pemikiran Pasca Sarjana UIKA Bogor).

Ahmad, Hartono. 2002. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al- kautsar.
            Altwajri, Ahmed O., 1997. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi Press. Jogjakarta.
Awaluddin Pimai. Paradigma Dakwah Humanis. (Semarang : Rasail, 2005)
Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Diputuskan dalam Rakernas MUI di Jakarta, 6 November 2007 M. Dalam hal ini MUI menggarisbawahi bahwa 10 kriteria di atas tidak boleh diterapkan berdasarkan praduga semata, melainkan harus berdasar pada penelitian yang shahih.

Dr. Nirwan Safrin, “Kritik Terhadap Paham Liberalisasi Syariat Islam”, makalah dalam Islamic (Bahan-bahan Kuliah di Program Pendidikan dan Pemikiran Pasca Sarjana UIKA Bogor), 2008, hlm Worldview . 28

Drs. Wahidin Saputra, M.A., Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011

Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta, 2008

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet. II; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Harahap, Syahrin, Islam dan Implementasi Pemberdayaan, Cet. I; Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 1999
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; Studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah, Solo, 2011

Kamal, Abu Malik, Ensiklopedia Halat. Solo: Cordova Mediatama, 2009.
K.H. Siddiq Aminullah, “Mewaspadai Sekularisme dan Liberalisme”  dalam Majalah Risalah No. 8 September 2009, hlm. 55.

Kompasnia.com
Madjid, Abd., Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2000.
           Mudzhar, M. Atho, 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. II.

Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, (Bandung: Persispress), 2010, hlm. 5

Papp, S. Daniel, 1988. Contemporary International Relations - Frameworks fo Understanding. Macmillan Publishing Company, New York. Coller Macmillan Publishing, London.
PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA Pada tanggal:  23 Rabi’ul Akhir  1437 H/03 Februari  2016 M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua  Sekretaris, Jakarta
Rais, Amin. Tauhid Sosial. Cet. I; Bandung: Mizan, 1998S
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2009. Ilmu Kalam Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: Pustaka Setia.
Sayyid Qutb, fi dhibah al Quran, (Cairo: Dar al Syuruq, 1399 H/1979 M), Jilid IV, hal. 2202.
             Syamsuddin Arif, Dr. 2008. “Orientalis dan Diabolisme Pemikiran”, Jakarta: Gema Insani.
            
             Yusuf al-Qardhawi, Islam dan Globalisasi Dunia, Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH MATA KULIAH KOMUNIKASI POLITIK ( Propaganda   dan Komunikasi Politik & Retorika dalam Komunikasi Politik ) Oleh : ...