Abstrak
Globalisasi telah menimbulkan berbagai
tantangan dakwah, dimana globalisasi yang identik dengan kemajuan teknologi
menimbulkan dampak yang signifikan bagi kegiatan dakwah. Bukan tidak beralasan,
jika melihat masyarakat indonesia adalah masyarakat penikmat teknologi terbesar
di dunia. Khususnya media yang notabenya teknologi penghibur masyarakat
indonesia yang setiap penayangannya tidak lagi mementingkan nilai-nilai agama mudah
sekali mempengaruhi kehidupan religious masyarakat.
Di era globalisasi tantangan dakwah juga
tidak semata-mata timbul karena adanya teknologi, melainkan kemajuan berfikir
manusia yang melenceng dari kaidah agama islam. Kemajuan berfikir itu menimbulkan
kegaduhan dengan munculnya keyakinan-keyakinan baru dan paham-paham baru yang
sebenarnya sangat bertentangan dengan ajaran islam namun mengatasnamakan bahwa
keyakinannya tersebut adalah islam. sehingga Dai di era globalisasi saat ini di
hadapkan dengan tantangan dakwah yang berupa aliran sesat dan keyakinan sesat.
Oleh karena itu Dai di tuntut untuk lebih
kreatif dan tegas dalam berdakwah dengan menciptakan metode-metode dakwah yang
bisa mengatasi tantangan dakwah yang ada saat ini. Seperti memanfaatkan media untuk berdakwah hingga
ketegasan dalam menyampaikan dakwah. Metode yang sering di gunakan dalam
kegiatan dakwah di era globalisasi ini banyak sekali menggunakan cara berdebat,
bukan tidak beralasan, melainkan memang keadaa telah memaksa untuk menggunakan
metode tersebut, sehingga di harapkan Dakwah bisa di sampaikan dan di terima
dengan baik, meskipun dalam perdebatan selalu akan menimbulkan perselisihan,
tidak mengapa karena hal itu di lakukan untuk menemukan kebenaran.
Kata
kunci : Globalisasi, Tantangan, Dakwah
1.PENDAHULUAN
Zaman
telah mencapai kemajuannya, begitu juga dengan dakwah yang terus mengikuti arus
perkembangannya yang di dukung oleh teknologi yang semakin mutakhir. Dakwah
yang berarti menyeru atau mengajak kepada umat manusia kearah yang benar sudah
di lakukan sejak zaman dulu dan bermula dari Rasulullah saw yang hingga kini
menjadi satu-satunya pedoman dalam berdakwah. Rasulullah saw telah memenuhi
perintah Allah swt yaitu untuk menyebarkan agama islam pada masyarakat jahiliyah
yang sama sekali belum mengenal islam, beragam tantangan dalam misinya
menyebarkan ajaran agama islam sudah di laluinya, hingga percobaan
pembunuhan-pembunuhan terhadap Beliau terus di lakukan. Akan tetapi Allah
senantiasa menolongnya hingga Rasulullah saw menuai puncak perjuangannya dalam
misinya untuk menyebarkan ajaran agama islam yaitu ketika Beliau kembali ke
Kota Mekkah bersama pasukannya untuk menakhlukan kota tersebut dan
menjadikannya kota yang islami.
Lain halnya dengan ketika zamannya
Rasulullah, hingga saat ini perjuangan Dakwah terus di lakukan oleh para Dai untuk
menerangkan umat manusia dengan ajaran yang benar sesuai dengan Al quran dan
hadist. Dalam misinya untuk menyebarkan ajaran islam yang sesuai dengan al quran
dan hadist para Dai juga selalu mendapat tantangan. Mungkin tantangan dakwah
islam di masa Rasulullah masih hidup dan saat ini tidak berselisih jauh
beratnya, melainkan berbeda zaman dan berbeda rupa tantangan. Jika dulu
Rasulullah mendapat tantangan dari kaum jahiliyah yang sama sekali belum
mengenal islam dan Beliau di tuntut untuk memperkenalkan islam dan
mengajarkannya, beda dengan sekarang di era modern ini, dimana sang juru dakwah
justru di hadapkan dengan tantangan yang datang dari umat yang seakidah yang
sudah keluar dari kaidah al quran dan hadist yang menjadi sumber ajaran islam.
atau bahkan tantangan itu datang dari umat islam yang beriman namun rela
menggadaikan imannya demi kesenangan duniawi.
Para Dai mendapat tantangan dari umat yang
seaqidah namun perilakunya tidak mencerminkan bahwa mereka memeluk agama islam.
Hal ini dapat di lihat dimana di era globalisasi ini banyak sekali muncul
aliran sesat, organisasi-organisasi sesat, juga umat islam yang mengaku sebagai
alusunnah wal jamaah akan tetapi senang melakukan dosa dengan sengaja. Tentu
tantangan ini tidak bisa di anggap remeh, melainkan tantangan tersebut adalah
tantangan yang sangat serius bagi Dakwah di era globlalisasi ini. Globalisasi
telah mencapi puncak kemajuaanya dengan penciptaan-penciptaan teknologi yang
muktahir, sehingga budaya barat yang notabenya budaya yang sangat jauh sekali
dari ajaran islam masuk dengan seenaknya dan mempengaruhi umat islam untuk
tergiur menirunya sehingga mereka mengabaikan bahwa apa saja yang di lakukannya
adalah hal-hal yang di larang oleh agama.
Biasanya dari kalangan anak-anak muda yang
tidak mendapat basic keagamaan yang kuat mudah sekali untuk meniru apa yang
mereka lihat, atau mengikuti gaya hidup seseorang yang di idolakannya namun
bukan orang islam, sehingga gaya hidup idolanya jauh sekali dari ajaran-ajaran
islam. Atau karena pengaruh media yang kurang mendidik dan tidak mementingkan
nilai agama dalam setiap penanyangan progam acaranya, sehingga anak-anak yang
menonton acara tersebut tertarik mengikutinya dengan dalih supaya tidak
ketinggalan jaman. Hingga kalangan anak-anak muda yang membudayakan hubungan pacaran,
tentunya ini menjadi PR bagi sang juru dakwah juga untuk semua umat yang
beragama islam supaya saling mengingatkan agar saudara-saaudara kita tidak
terjerumus ke dalam perkembangan jaman yang salah dengan menyalahgunakan
pemanfaatan teknologi yang tersedia.
Oleh karena itu disini penulis akan mencoba
mengungkap apa saja yang menjadi tantangan dakwah islam di era globalisasi ini,
dengan merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Dakwah,
Globlalisasi, dan Tantangan
2. Macam-macam
tantangan Dakwah di era Globlalisasi
3. Solusi untuk
mengatasi tantangan dakwah di era globalisai
2.PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa “Da’wah” berarti panggilan, seruan
atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar.
Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti memanggil, menyeru atau
mengajak (Da’a, Yad’u, Da’watan). Orang yang berdakwah disebut Da’i dan orang
yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut Mad’u (Saputra, 2012).
Selain itu, dakwah juga dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan atau proses mengajak seseorang atau sekelompok untuk menjadi lebih
baik. Hal ini tentunya dilakukan dengan menyeru untuk berbuat baik dan
meninggalkan perbuatan buruk atau yang biasa disebut amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat.
Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal
dari kata bahasa Arab
da’a yad’u da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan
memanggil (Drs. Samsul
Munir Amin, M.A,
2008) . Di antara makna dakwah secara bahasa adalah An-Nida artinya
memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang
fulanah
Menyeru, ad-du’a
ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu (Jum’ah Amin
Abdul Azi, 2011 ) .
Dalam pengertian istilah dakwah
diartikan sebagai berikut:
1. Prof.
Toha Yaahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan
untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
2. Syaikh
Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan
definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar
berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
3. Hamzah
Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah
(kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4. Menurut
Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu
pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada
aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.
5. Syaikh
Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada
setiap muslim (Wahidin Saputra : 2011 ) .
Dakwah adalah kewajiban untuk menyampaikan kebenaran oleh
umat islam yang di berikan kepada sesamanya, karena dakwah merupakan perintah
bagi seluruh umat yang beragamakan islam, namun disini bidang dakwah biasanya
lebih sering di lakukan oleh juru dakwah yang di sebut dengan Da’i. Meskipun
begitu tidak ada salahnya jikaa seseorang yang bukan dai menyampaikan
pengetahuannya tentang agama, karena ini beerlandaskan dari hadist Nabi yang
berbunyi “ sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”. Oleh sebab itu kewajiban
kita sebagai muslim adalah untuk menyampaikaan pengetahuan kita tentaang Agama
meski hanya tentang sebuah kebaikan yang di anjurkan melaui Al quran dan juga
hadist Nabi SAW.
B.Pengertian
Globalisasi
Globalisasi
atau globalization dalam
bahasa arab disebut dengan al-‘aulamah yaitu masdar dari al-‘ālam berdasarkan timbangan
atau wazan fau’alah yang
memiliki arti alam atau dunia yang dalam bahasa arab disebut dengan al-‘ālamiah. Sebahagian
orang menginterpretasikan globalisasi sebagai upaya melenyapkan dinding dan
jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan
antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga,
semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. (Yusuf al-Qardhawi, 2001: 21).
Globalisasi adalah bentuk dari kemajuan zaman
dimana zaman mengalami perubahan dalam segala hal, ini biasanya dapat berupa
penciptaan-penciptaan teknologi karena kemajuan berfikir manusia. Kemajuan juga
membuat manusia bisa melakukan sesuatu yang baru yang dan berangsur-rangsur
semenjak manusia di ciptakan yang di ceritakan oleh sejarah-ssejaraah yang ada.
Globalisasi adalah suatu proses di
mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi,
bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas
Negara. Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan
peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di
seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer,
dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik
yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering
dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang
dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Menurut asal katanya, kata “globalisasi”
diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman
menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau
perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh
wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar
definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses
sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di
dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan
budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi
sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa
saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut
pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling
mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi
dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing.
Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia,
bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah
Globalisasi pada tahun 1985.Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang
dimaksudkan orang dengan globalisasi:
- Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam
hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing,
namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar
negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun
migrasi.
- Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material
maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat
menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin
menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan
keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing
negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang
kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar
gabungan negara-negara.
Ada beberapa dampak
negatif globalisasi yang digulirkan oleh dunia Barat yang rawan mempengaruhi kehidupan seorang muslim, dan sekaligus menjadi tantangan dakwah di
era globalisasi, yaitu:
Pertama, adalah
kecenderungan maddiyyah (materialisme)
yang selalu kuat pada zaman sekarang ini.Kedua,
adanya proses atomisasi, individualistis. Kehidupan kolektif, kebersamaan,
gotong royong, telah digantidengan semangat
individualisme yang kuat. Ketiga,
sekulerisme yang senantiasa memisahkan kehidupan agama dengan urusan
masyarakat, karena agama dinilai hanya persoalan privat antar individu semata.
Dan keempat, munculnya
relativitas norma-norma etika, moral, dan akhlak. Sehingga dalam suatu konteks
masyarakat yang dianggap tabu bisa saja dalam konteks masyarakat yang lain
dianggap boleh (Amin
Rais, 1998: 65-66)
C.Pengertian Tantangan
Tantangan adalah suatu hal atau
bentuk usaha yang memiliki tujuan untuk menggugah kemampuan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia atau KBBI “Tantangan” berarti hal
atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah
rangsangan dan untuk bekerja lebih giat mengatasi masalah. Ini bisa di artikan
bahwa masalah yang di hadapi umat islam di era globalisasi ini menantang Dai
khususnya untuk menemukan solusi supaya bisa memecahkan setiap masalah ketika
berdakwah.
Globalisai menciptakan sinergi berupa hal
yang positif dan juga negative, namun keduanya tidak berimbang adanya.
Globlalisasi menciptakan tantangan yang lebih besar bagi kegiatan dakwah,
dimana kemajuan teknologi sangat mempermudah umat manusia untuk mengakses dunia
sehingga terciptalah rasa penasaran pada diri manusia yang melihat sesuatu yang
dianggapnya menarik sehingga teerjadilah sikap meniru baik gaya hidup, gaya
berfikir, dan gaya berbicara. Sehingga kesalahan persepsi khususnya di
indonesia yang berbudaya ketimuran tertarik untuk mempraktikan budaya barat
pada dirinya dan tidak lagi memperhatikan bahwa apa yang dilakukannya
bertentangan dengan adat budaya ketimuran juga agama islam, sehingga hal ini
yang menimbulkan tantangan bagi Dai untuk menyadarkan kembali umat manusia di
era teknologi ini.
Sehingga tantangan juga dapat memberi
sinergi bahwa dengan adanya tantangan solusi harus secepatnya di temukan supaya
tidak terjadi hal yang lebih buruk. Meskipun dalam kepercayaan juru dakwah
bahwa bahwa hidayah Allah lah yang mampu merubah manusia, namun tidak berarti
kita harus diam saja dan menunggu datangnya hidayah, melainkan bahwa kita di
anjurkan untuk berusaha semampunya kemudian menyerahkan semua hasil usaha kita
dalam berdakwah kepada Allah semata.
Ketika masyarakat memasuki era globalisasi dengan
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, tantangan yang dihadapi semakin rumit.
Tantangan tersebut tidak mengenal ruang, batas, waktu dan lapisan masyarakat,
melainkan ke seluruh sektor kehidupan dan hajat hidup manusia, termasuk agama.
Artinya, kehidupan kegamaan umat manusia tidak terkecuali Islam di mana pun ia
berada akan menghadapi tantangan yang sama. Soejatmoko menandaskan bahwa agama apapun
kini sedang diuji dan ditantang oleh zaman (Soejatmoko, 1994: 78).
3.MACAM-MACAM
TANTANGAN DAKWAH DI ERA GLOBLALISASI
A.Pernikahan
Beda Agama
Di penghujung tahun lalu, Indonesia digegerkan lagi dengan persoalan
menikah lintas agama. Sebenarnya polemik tersebut sudah terjawab dalam UU nomor
1 tahun 1974 yang menyebutkan pada pasal 2 ayat (1), “Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”
Jika ada agama yang mengharamkannya, maka tidak sah. Secara tegas pun MUI melarang adanya pernikahan beda agama. Hal itu berlaku
bukan hanya pada Islam. Namun, ketegasan pemerintah masih belum terlihat
sehingga terdapat celah untuk menikah beda agama di luar negeri karena Kantor
Catatan Sipil tetap dapat mencatat pernikahan beda agama di luar negeri.
Dalam Islam, seorang pria Muslim diperbolehkan menikahi perempuan non
Muslim dengan catatan mampu mengajaknya untuk menjadi mualaf. Namun, akan
menjadi haram jika pemahaman agama dan akidah si pria lemah, karena akan berpotensi murtad, jika
tetap dipaksakan. Sedangkan perempuan Muslim haram hukumnya untuk menikahi pria
non Muslim seperti dinyatakan dalam Alquran, surat Al Baqarah ayat 221,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ
وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا
تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ
مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ
يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran”.
Sungguh perasaan cinta
sebesar apapun tidak bernilai jika itu bertentangan dengan hokum yang Alah
berikan melalui al qur’an, sehingga sebaiknya para kalangan keluarga
benar-benar memperhatikan dengan siapa anak-anak mereka akan menikah. supaya
sebuah perbedaan agama tidak pernah di satukan dalam ikatan pernikahan, karena
jika terjadi hal itu akan menimbulkan masalah yang berkelanjutan, seperti jika
lahir anak dari pasangan yang berbeda agama anak tersebut harus mengikuti
siapa.
B.Toleransi
Agama Kebablasan
Beberapa waktu silam, sebuah gereja besar di Washington DC menjadi
tempat shalat Jum’at berjama’ah. Satu peristiwa yang sangat mengejutkan.
Seperti dilansir VOAIndonesia.com, 14 November 2014, menjadi hari yang ‘aneh’
dengan adanya peristiwa itu. “Katedral Nasional Washington adalah tempat ibadah
bagi semua orang,” sambut Pendeta Gina Campbell. Pendeta Campbell bersama Duta
Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat, Ebrahim Rasool, yang menjadi
pemrakarsa dari kegiatan tersebut pasca peringatan antar agama bagi almarhum
Nelson Mandela, beralasan hal tersebut mampu menebarkan perdamaian serta
mengurangi perselisihan antar agama di Amerika Serikat.
Peristiwa tersebut berpotensi memancing kontroversi dan menimbulkan
toleransi agama yang berlebihan. Karena bisa saja setelah hal tersebut, akan
muncul fenomena serupa di tempat lain dalam bentuk berbeda, misalnya
diperbolehkan ada ritual kebaktian Kristen atau persembahan agama non-Islam
lainnya di masjid-masjid. Sudah jelas, Islam adalah agama toleran, namun tidak
menyangkut masalah akidah, ibadah, apalagi prinsip tauhid.
toleransi yang kebablasan di indonesia sudah mulai terang-terangan dalam
praktiknya, kita lihat saja ketika natal tiba, banyak sekali orang islam dengan
sengaja memakai atribut dan memngucapkan selamat natal, padahal hal ini di larang
dalam agama islam.
Toleransi yang benar, toleransi hanya sebatas menghargai,
menghormati setiap perbedaan yang ada di indonesia, karena perbedaan sebagai
ciri khas indonesia yang mencankup suku, budaya, ras, etnis dan agama.
Terkadang perbedaan juga terjadi terhadap pengikut golongan yang sama, itu
adalah hakikat manusia yang mempunyai daya pikir, cara berfikir setiap
manusialah yang berbeda-beda sehingga menimbulkan pendapat dan pandangan yang
berbeda pula. Dan di situlah titik toleransi harus
di letakkan, bagi orang yang berfikir toleransi adalah bagian dari hidup,
karena toleransi menenteramkan dan memberi suasana aman. Yang salah kepada
toleransi adalah ketika seseorang mingikuti baik kegiatan, cara hidup, dan juga
berkeyakinan dalam sebuah perbedaan dengan mengatasnamakan toleransi. Allah
memang menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka
saling mengenal, tapi bukan saling meyakini, apalagi mengikuti tata cara hidup
yang berbeda keyakinan. Keyakinan di sini berarti luas, bukan hanya keyakinan
dalam beragama, namun juga dalam sebuah organisasi (cara berbaur). karena dalam
islam, toleransi yang kebablasan menjadi bagian dari tantangan dakwah pada era
Globalisasi seperti saat ini.
C. Pacaran
Hubungan kasih sayang tanpa ikatan atau yang di kenal dengan istilah
pacaran seperti sudah membudaya di kalangan remaja indonesia. Mirisnya adalah
ketika sepasang laki-laki dan perempuan memiliki rasa saling mencintai tau
bahwa agama melarang pacaran namun tetap melakukannya. Di indonesia pacaran
ibarat penyakit yang menjangkit, karena jika di hitung menggunakan persentase
mungkin akan menghasilkan remaja indonesia lebih banyak yang melakukan hubungan
pacaran.
Banyak hal yang bisa di timbulkan dari hubungan ini bahwa banyak sekali
kejadian hamil di luar nikah, bagi anak di bawah umur tentunya hal ini akan
menghambat pertumbuhan yang semestinya, dimana seharusnya mereka harus
meletakkan konsenterasinya untuk pendidikannya akan tetapi mereka malah belajar
melakukan hubungan layaknya orang dewasa. Suatu realita yang sangat memprihantikan
dimana pelaku pacaran tidak hanya oleh orang-orang dewasa yang biasanya
mengatakan mencari pacar dulu sebelum menikah, namun banyak skali anak-anak
sekolah di bawah umur juga melakukan hubungan pacaran padahal pacaran adalah
seuah hubungan yang di larang dalam agama islam.
Yang mengherankan di indonesia bahwa para orang tua yang tau memberikan
anak-anak mereka izin atau bagi orang tua yang tidak tau karena anak-anak
mereka melakukan hubungan pacaran secara sembunyi-sembunyi namun di luar mereka
merasa bebas bahkan tidak lagi merasa malu ketika jalan berdua, duduk berdua,
boncengan menggunakan sepeda motor di jalan raya berdua. Bahkan situs berita
resmi KOMPASNIA.COM pada tahun 2015 mendapatkan survey di Ponorogo bahwa 80% remaja
perempuannya sudah melakukan hubungan seks pranikah dan remaja laki-laki menduduki
persentase yang lebih tinggi, bagaimana jika survey ini di lakukan di seluruh
indonesia tentu hasilnya akan membuat umat islam prihatin.
Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada
dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah
anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan
lain-lainnya. Allah berfirman : “Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik .”(QS. Ali Imran :14).
Meskipun islam mengakuti cinta itu fitrah
dan juga anugerah, namun tetap saja bukan dengan melakukan hubungan pacaran,
karena pacaran akan mendorong pelakukanya untuk berbuat zina meskipun hanya
dengan saling memegang tangan pasangannya. Allah SWT berfirman dalam Surat
Al-Israa’ Ayat 32
وَلَا
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)
Juga hadist Rasulullah
saw yang melarang perbuatan zina,
Janganlah seorang
laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, melainkan yang
ketiga dari mereka adalah setan…”(HR. Tirmidzi, no.2165)
Pezina tidak dikatakan
mu’min ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57
Jika umat islam sudah mengetahui bahwa
pacaran adalah hubungan yang tidak di perbolehkan maka sangat di sayangkan jika
tetap melakukannya karena mereka akan berdosa dan menimbukan tantangan bagi
dakwah di era globalisasi ini. Padahal jika seseorang merasakan cinta bisa saja
langsung mendatangi wali untuk melamarnya, dan jika cinta terjadi pada kalangan
remaja yang belum cukup usia untuk menikah, lebih baik mereka di jauhkan supaya
tidak melakukan hal-hal yang di larang oleh agama.
D.Enggan mendirikan
sholat
Sholat merupakan kewajiban bagi umat islam,
sholat Fardu adalah bentuk ibadah paling inti dalam agama islam yang bertujuan
untuk menyembah Allah swt yang telah menciptakan setiap diri manusia. Sholat
juga merupakan rukun islam yang kedua setelah syahadat, oleh karena itu sholat
menimbulkan efek yang amat besar bagi manusia yang memeluk agama islam, baik
dari segi pendapatan pahala jika seseorang rajin melaksanakan sholat dan juga
dosa yang amat besar bagi setiap orang yang meninggalkan sholat karena sholat
sebagai tiang agama seperti hadist Rasulullah saw “Sholat Adalah Tiang Agama, barangsiapa
yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang
merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya” (HR. Bukhari Muslim).
Meninggalkan Salat dapat berakibat sangat
fatal bagi Amalan kita yang lain, dengan tidak mengerjakan Salat maka tidak
diterima Amalan kita satupun sebagaimana tidak diterimanya sesuatu karena ada
Syirik. Dipembahasan sebelumnya kita juga telah mengetahui bahwa Salat adalah Imadul Islam, tiang Islam. Tidak melaksanakan
Salat pada satu waktu atau beberapa waktu, akan menggugurkan semua Amal ibadah
yang lain yang dilakukan pada waktu itu atau menyebabkan ditolaknya semua amal
kebajikan yang dikerjakan dalam waktu itu (Ash-Shiddieqy ,M. Hasbi : 2009).
Mengenai hukum meninggalkan Salat
Fardhu, Rasulullah Shallahi’alaihi wa Sallam telah
mengingatkan kepada kita melalui Sabdanya,
”Antara seorang Islam dan kekafiran ialah meninggalkan
Salat.” (HR. Ahmad dan Muslim dari Jabir, At-
Targhib I:342)
”Urusan yang memisahkan antara kita (para Muslimin)
dengan mereka (orang kafir) itu, ialah Salat. Maka barangsiapa meninggalkannya,
sungguh ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan
Daud dari Buraidah, At Targhib I: 342)
An- Nawawi menerangkan, ”Orang yang meninggalkan Shalat karena
mengingkari kewajibannya, dianggap telah menjadi kafir, keluar dari millah (agama)
Islam dengan ijma’ ulama kecuali kalau ia baru memeluk Islam dan belum
mengetahui hukum tentang wajib Shalat. Dalam buku Kamal, Abu Malik, Ensiklopedia
Halat barang siapa yang meninggalkan Salat karena mengingkari
kewajibannya, atau menolak kewajibannya dan tidak ada alasan lain, maka ia
dihukumi sebagai orang kafir dan telah Murtad menurut
kesepakatan kaum Muslimin. Imam (pemerintah Muslim) harus memintanya untuk
bertaubat dari keyakinannya, jika ia bertaubat (maka taubatnya diterima dan
diberlakukan sebagaimana kaum Muslimin lainnya) dan jika tidak mau bertaubat
maka ia dihukum mati karena sebab keMurtadannya (keluar dari agama
Islam) dan berlaku baginya semua hukum-hukum yang berkaitan dengan hukum
orang Murtad (Kamal, Abu Malik : 2009).
E.Sekularisme
Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya
sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu
telah mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katholik dan Protestan di
Eropa. Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan
pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan
Gereja Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main kehidupan
dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah
bahwa negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan
warganya, sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya.
Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui keberadaannya di gereja-gereja
saja.
Semangat sekularisme ternyata telah
mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di segala bidang. Kaum
intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau
doktrin agama (Altwajri,1997). Mereka sepenuhnya
ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal manusia. Termasuk
melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat
manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah).
Di lembaga pendidikan formal Islam di
dunia Islam-pun tidak luput dari serangan sekularisme. Pada awalnya (di
Indonesia tahun 1970-an), pembicaraan mengenai penelitian agama, yaitu
menjadikan agama (lebih khusus adalah agama Islam) sebagai obyek penelitian
adalah suatu hal yang masih dianggap tabu. Namun jika kita menengok
perkembangannya, khususnya yang meyangkut metodologi penelitiannya, maka akan
kita saksikan bahwa agama Islam benar-benar telah menjadi sasaran obyek studi
dan penelitian. Agama telah didudukkan sebagai gejala budaya dan gejala sosial.
Penelitian agama akan melihat agama sebagai gejala budaya dan penelitian
keagamaan akan melihat agama sebagai gejala sosial (Mudzhar, 1998).
Bagi M. Natsir, sekularisasi dipandang sebagai tantangan
yang sangat serius bagi kebangkitan Islam. Bahkan, pada hampir sebagian besar
hidupnya (1908-2008), Natsir telah melibatkan diri secara aktif dalam upaya
menanggulangi dan melawan gerakan sekularisasi. Sebelum masa kemerdekaan,
bersama gurunya, A. Hassan, Natsir sudah terlibat polemic dengan Soekarno.
Ketika itu Soekarno melontarkan gagasannya soal hubungan agama dan Negara di
majalah “Pandji Islam” pimpinan tokoh Masyumi Zainal Abidin Ahmad nomor 12 dan
13 tahun 1940. Ia menulis sebuah artikel berjudul “Memudahkan Islam”.
Dalam tulisannya, Bung Karno menyebut sekularisasi
yang dijalankan Kemal Attaturk di Turki yakni pemisahan agama dari Negara
sebagai langkah “paling modern” dan “paling radikal”. Kata Bung Karno, “Agama
dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam itu dihapuskan oleh Turki, tetapi
Islam itu diserahkan kepada manusia-mansuia Turki sendiri, dan tidak kepada
Negara. Maka oleh karena itu, salahlah kita kalau kita mengatakan bahwa Turki
adalah anti-agama, anti-Islam. Salahlah kita, kalau kita samakan Turki itu
dengan, misalnya, Rusia.” Menurut Soekarno, apa yang dilakukan Turki sama
dengan yang dilakukan Negara-negara Barat. Di negar-negara seperti Inggris,
Perancis, Belanda, Belgia, Jerman, dan lain-lain, urusan agama diserahkan
kepada individu pemeluknya, agama menjadi urusan pribadi, dan tidak dijadikan sebagai
urusan Negara, tidak dijadikan sebagai agama resmi Negara. Jadi, simpul
Soekarno, buat keselamatan dunia dan buat kesuburan agama bukan untuk mematikan
agama itu urusan dunia diberikan kepada pemerintah, dan urusan agama diberikan
kepada yang mengerjakan agama.“Geef den Keizer wat des Keizers is, en God
wat Godes is,” kata Soekarno mengutip Bijbel.
Untuk itu,
Mohammad Natsir beserta A. Hassan terus menerus menepis pemahaman secular yang
dilontarkan oleh Bung Karno di dalam majalah tersebut. Sebab, pada dasarnya
Islam tidak pernah memisahkan antara urusan agama dan Negara. Bahkan, dengan
tegas A. Hassan menyebutkan, Ir. Soekarno tidak mengerti bahwa Eropa memisahkan
agama Kristen dari Staat (Negara), tidak lain karena di dalam
agama Kristen tidak ada ajaran (konsep) tentang pemerintahan. Dari zaman Nabi
Isa ‘alaihi al-salâm hingga sekarang ini belum pernah
terdengar bahwa suatu Negara menjalankan hokum agama Kristen. Demikian kritik
pedas A. Hassan.
Jika dilihat dari akar bahasa, sekularisme berasal dari
bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “zaman
sekarang ini” (the present age).
Sedangkan secara
terminology sekularisme mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan
peran agama dalam fungsi-fungsi Negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme
diidefiniskan sebagai “a system of doctrines and practices that rejects
any form of religious faith and worship”. Yang bila diterjemahkan
secara bebas berarti, sebuah system doktrin atau praktis yang menolak bentuk
apapun dari keimanan dan upacara keagamaan. Jadi secara sederhana bisa
dikatakan, sekularisme adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlu
al-Din ‘an al-hayat), yakni pemisahan agama dari segala aspek kehidupan,
yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari Negara dan politik.
Agama hanya diakui eksistensinya pada urusan privat atau pribadi saja, hubungan
manusia dengan Tuhannya. Tapi agama tidak boleh dibawa-bawa ke wilayah public,
yang mengatur hubungan antarmanusia, seperti masalah social, politik, ekonomi,
dan sebagainya (K.H. Siddiq Aminullah : 2009)
Dampak pemahaman
secular ini yang paling nyata adalah hilangnya sikap amr ma’ruf nahyi
munkar. Karena dengan dalih hak asasi individu, orang akan semena-mena
untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban agamanya dan leluasa melanggar
aturan-aturan Allah. Padahal ketika kegiatan amr ma’ruf nahyi
munkar ditinggalkan maka yang terjadi adalah lenyapnya keberkahan
wahyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا عظَّمَتْ أمتى الدنيا نُزِعَتْ
منها هيبةُ الإسلامِ وإذا تَرَكَت الأمرَ بالمعروفِ والنهىَ عن المنكرِ حُرِمَتْ
بركةُ الوحى وإذا تسابَّتْ أمتى سقطتْ من عينِ الله (الحكيم عن أبى هريرة) جامع
الأحاديث – (ج 3 / ص 368)
“Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabut
kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amr ma’ruf nahyi
munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling
mencaci, maka mereka akan jatuh dalam pandangan Allah.” (H.R. al-Hakim dari Abu Hurairah)
Untuk itu, pantas bila kita diharamkan berpaham secular itu. Berdakwah
kepada orang-orang secular kadang jauh lebih berat daripada berdakwah pada
orang awam. Hal ini menjadi contoh nyata bahwa tatagan dakwah di era
globlalisasi amatlah berat, oleh karena itu perjuangan dakwah di era
globlalisasi haruslah tetap di perjuangkan.
F.Liberalisme
Akhir-akhir ini umat islam indonesia di
guncang dengan ujian emosinalnya atas pidato Presiden Indonesia Joko Widodo
yang menyatakan bahwa Agama harus di lepaskan dari demokrasi. Dari pernyataan ini tentu sangat membuat
masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama islam sangat kecewa, meskipun
indonesia bukanlah Negara islam melainkan Negara yang mayoritas penduduknya
beragama islam tentunya mengharap bahwa setidaknya hokum yang berlaku di
indonesia tidak bertentangan dengan hokum islam. Namun jika melepaskan Agama
dari Demokrasi maka bisa memunculkan paham liberalisme beragama.
Sebagai adjektif, kata ‘liberal’ dipakai
untuk menunjuk sikap anti feudal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka (independent),
berpikiran luas lagi terbuka (open-minded). Dalam politik liberalism
dimaknai sebagai system dan kecenderungan yang berlawanan dengan, dan menentang
mati-matian sentralisasi dan absolutism kekuasaan. Munculnya republik-republik
menggantikan kerajaan-kerajaan konon tidak terlepas dari liberalism ini ( KH.
Siddiq Aminullah : 2009 ). Liberalism yang telah dikampanyekan sejak abad 15 M
oleh Locke, Hume (Inggris), Rousseau, Diderot (Prancis), Lessing dan Kant
(Jerman) ini pada tahap selanjutnya menuntut kebebasan individu yang
seluas-luasnya, menolak klaim pemegang otoritas Tuhan, dan menuntut penghapusan
hak-hak istimewa gereja maupun raja (Nashruddin Syarief : 2010).
Dengan demikian, tidak berlebihan
jika pada akhirnya liberalism yang kebablasan tersebut mengajarkan tiga hal,
yaitu: pertama, kebebasan berpikir tanpa batas alias free
thinking. Kedua, senantiasa meragukan dan menolak kebenaran alias
sophisme. Dan ketiga, sikap longgar dan semena-mena dalam
beragama (loose adherence to and free exercise of religion). Yang
pertama berarti kebebasan memikirkan apa saja dan siapa saja. “Berpikir koq dilarang,”
ujar golongan ini. Yang kedua lebih dikenal dengan istilah ‘sufasta’iyah”, yang
terdiri dari skeptisisme, agnostisme, dan relativisme. Sementara yang disebut
terakhir tidak lain dan tidak bukan adalah menisfestasi nifaq,
dimana seseorang tidak mau dikatakan kafir walaupun dirinya sudah tidak committed lagi
pada ajaran agama(DR. Syamsuddin Arif : 2008).
Sayangnya, paham liberalism ini
lambat laun namun pasti merembes pada pola pikir umat Islam. Menurut Nirwan
Safrin, benih kemunculan liberalisasi di dunia Islam bisa ditelusuri ketika
Daulah Utsmaniyah mulai mengadopsi beberapa pemikiran Barat. Ketika Kerajaan
ini gagal mempertahankan beberapa wilayah kekuasaannya, para pemegang kekuasaan
telah berusaha membawa masuk segala kemajuan teknologi militer Barat ke Negara
mereka. Ini disebabkan adanya dugaan bahwa kekalahan mereka yang mereka alami
disebabkan lemahnya kekuatan militer mereka. Tetapi importasi alat-alat militer
saja tidak cukup, karena mereka juga memerlukan tenaga-tenaga mahir untuk
mengendalikan peralatan tersebut. Akhirnya merekapun mengirimkan putra terbaik
mereka ke institute-institut pendidikan di Barat. Sekembalinya ke tanah air,
mereka mendapati bahwa keahlian yang mereka miliki tidak dapat dipraktekkan
melainkan system pendidikan yang ada juga diperbaharui. Akhirnya, dilakukan
pembaruan pendidikan. Tapi itu saja tidak cukup, karena ia juga menuntut
pembaruan politik. Begitulah seterusnya hingga akhirnya Kemal Attartuk
membubarkan Daulah Islamiyyah ‘Utsmaniyyah dan mendirikan Negara Turki
berideologikan sekularisme. Proses westernisasi pun berjalan dan segala yang
berbau agama segera dihabisi. Hamper satu abad Negara Turki secular sudah
berdiri namun hingga hari ini sebuah Turki tidak ada bedanya dengan Negara
dunia ketiga yang lain, terbelakang dari segi pendidikan dan terpuruk dari sisi
ekonomi(DR. Nirwan Safrrin : 2008).
G.Pluralisme
Ketika disandingkan
dengan agama, maka pengertian ‘pluralisme agama’ adalah koeksistensi (kondisi
hidup bersama) antar-agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas, dengan tetap
mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing (Nashruddin Syarief
: 2010). Namun pada tataran implikasinya, pluralism agama didasarkan pada
asumsi bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang
sama. Jadi, menurut penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang
berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Dengan kata lain, menurut mereka, agama
adalah persepsi relative terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga dengan demikian
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya sendiri
yang benar. Bahkan, menurut Charles Kimball, salah satu cirri agama jahat
(evil) adalah agama yang memiliki klaim kebenaran mutlak (absolute truth
claim) atas agamanya sendiri (Adian Husaini : 2008).
Pemahaman seperti ini jelas bertentangan
dengan Al-Qur’an ayat 18 yang mengatakan bahwa agama yang diridhai disisi Allah
hanyalah Islam. Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ
الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ
مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآَيَاتِ اللَّهِ
فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ [آل عمران/19]
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah
sangat cepat hisab-Nya.” (Q.S. Ali Imran, ayat 19)
Dan
firman-Nya di dalam ayat yang lain:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ
دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
[آل عمران/85]
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Ali Imran, ayat 85)
Dengan demikian, jelas kesesatan dan
kekeliruan pluralism agama itu. Bagi kita yang beragamakan islam harus menjadi
keyakinan yang sebenar-benarnya bahwa hanya Islam agama yang benar, dan tidak
sama dengan agama-agama yang lain. Oleh karena itu hal seeperti ini tidak boleh
terjadi di indonesia, karena seperti kita ketahui bahwa kehidupan bangsa
indonesia berpedoman dengan pancasila dimana sila yang pertama berbunyi “
Ketuhanan yang Maha Esa”. Jadi tidak ada alasan apapun yang membenarkan bahwa
meyakini semua agama itu adalah suatu kebenaran. Justeru hal yang demikian
adalah suatu pemahaman yang sesat yang sangat membahayakan bagi kehidupan
beragama di indonesia.
H.Aliran sesat
Selain tantangan-tantangan
dakwah yang muncul bentuk pemahaman dan pemikiran keagamaan yang kebablasan,
sehingga dengan pemahaman dan pemikiran yang salah dalam beragama akan
memunculkan aliran-aliran sesat. Aliran sesat ini di bentuk dengan sengaja
untuk memecah belah umat islam, sehingga bentuk-bentuk aliran sesat sangat
berbahaya karena bertentangan dengan al qur’an dan sunnah. Oleh sebab itu aliran
sesat menjadi tantangan dakwah di era globalisasi yang sangat serius, karena
jika penanganannya tidak di segerakan akan mudah sekali menyebar di indonesia.
Aliran sesat di indonesia sangat mudah mendapatkan pengikut, doktrin dari para
ulama sesat melalui ceramah-ceramah keagamaan yang menyamakan ajaran yang di
bawanya dengan sunni, bahkan di indonesia aliran sesat mudah sekali menyebar
hingga ke pelosok negeri.
Mengenai pengertian aliran sesat, ada beragam versi.
Ketua Dewan Fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin, mendefinisikan aliran sesat adalah
aliran di luar kesepakatan wilayah perbedaan dan melenceng di luar manhaj yang
shahih. Sedangkan menurut KH Miftah Faridl, suatu tindakan dikategorikan sesat
apabila pelakunya menggunakan nama Islam tapi ajaran yang dianut dan
disebarkannya tidak sesuai dengan ajaran pokok Islam yang prinsip.
Misalnya, mereka tidak percaya dengan wajibnya shalat lima waktu, atau mereka
tidak percaya pada As-Sunah (Hadis) sebagai salah satu sumber hukum Islam. Pada
intinya, aliran sesat adalah aliran yang paham atau ajarannya tidak sesuai
dengan Al- qur’an dan hadits.
A.ciri-ciri
aliran sesat
Pengertian
“sesat” dalam istilah “aliran sesat” adalah penyimpangan dari dasar-dasar Islam
(ushuluddin) yang dirumuskan oleh MUI ke dalam 10 kriteria, yaitu :
1.
Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun islam
2.
Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan dalil
syar’i
3.
Meyakini turunnya wahyu sesudah al-Qur`an
4.
Mengingkari otentisitas dan kebenaran al-Qur`an
5.
Menafsirkan al-Qur`an tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir
6.
Mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7.
Menghina, melecehkan, dan/atau merendahkan Nabi dan Rasul
8.
Mengingkari Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir
9.
Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’at
10.
Mengafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Rumusan yang dikeluarkan oleh MUI tersebut tentu bukan
rumusan langsung yang diturunkan dari ayat al-Qur`an atau hadits Rasulullah
saw. Sebab, sampai saat ini belum ditemukan ayat al-Qur`an dan hadits
Rasulullah saw yang langsung menunjuk kesepuluh kriteria tersebut sebagai
aliran sesat. Kesepuluh kriteria aliran sesat di atas hanya merupakan “fatwa”
yang pastinya didasarkan pada penelitian lapangan terkait fenomena penyimpangan
keberagamaan umat Islam Indonesia yang kemudian dirujukkan pada dalil-dalil
naqli(al-Qur`an-hadits) yang ada, sehingga batasan itu yang menjadi pedoman
suatu kepercayaan di indonesia, supaya masyarakat tidak melampaui batas karena
bisa menimbulkan konflik dalam masyarakat.
B.Macam-macam aliran sesat di indonesia
1. Ahmadiyah
Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad
di India. Ahmadiyah masuk Indonesia pada tahun 1935, kini sudah mempunyai 200
cabang, terutama Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Palembang,
Bengkulu, Bali, NTB, dan lain- lain. Aliran ini sudah banyak dilarang secara
lokal/daerah, tetapi belum secara nasional (Hartono Ahmad Jaiz : 2002).
Pokok
Ahmadiyah adalah
1. Mirza Ghulam mengaku dirinya nabi dan rasul utusan Tuhan
1. Mirza Ghulam mengaku dirinya nabi dan rasul utusan Tuhan
2. Mereka
meyakini bahwa kitab suci Tadzkiroh sama sucinya dengan kitab suci
Al-qur’an, karena sama-sama wahyu dari Tuhan
3. Wahyu
tetap turun sampai hari kiamat, begitu juga nabi dan rasul tetap diutus sampai
hari kiamat juga
4. Mereka
mempunyai tempat suci tersendiri yaitu qadian dan rabwah
5. Wanita
Ahmadiyah haram menikah dengan non- Ahmadiyah tetapi lelaki Ahmadiyah boleh
menikah dengan wanita non- Ahmadiyah
6. Tidak
boleh bermakmum dengan imam yang bukan Ahmadiyah
7. Ahmadiyah
mempunyai tanggal, bulan dan tahun sendiri, yaitu: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman
4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha 11. Nubuwwah
12. Fatah. Sedang nama tahun mereka adalah Hijri syamsi (Hartono Ahmad Jaiz :
2002).
2.LDII
Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan
dengan Darul Hadist/Islam Jamaah yang didirikan oleh H. Nur Hasan Al Ubaidillah
pada tahun 1951. Setelah aliran tersebut dilarang pada tahun 1971, kemudian
berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972,
selanjutnya LEMKARI tahun 1972 tersebut berganti nama lagi dengan Lembaga
karyawan Islam pada tahun 1981 yang disingkat juga yaitu LEMKARI (1981). Dan
kemudian berganti nama lagi dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pada
tahun 1990 sampai sekarang. Penggantian nama tersebut dikaitkan dengan upaya
pembinaan Darul Hadits/Islam Jamaah agar mereka meninggalkan ajaran Darul
Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang tersebut, ajaran LDII meliputi sebagi
berikut:
1.
Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua
orang tua sekalipun.
2.
Wajib taat kepada amir atau imam.
3.
Alquran dan hadist yang boleh diterima adalah yang manqul yang keluar dari
mulut imam atau amir mereka.
“Barang
siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung
dengan pendapatnya (secara tidak manqul) walau benar maka sungguh ia telah
salah”.
Dengan
ilmu manqul amal ibadah seseorang menjadi sah, diterima oleh Allah, diberi
pahala oleh Allah, dan dimasukkan surga. Tetapi tanpa manqul ibadah seseorang
tidak sah dan dimasukkan neraka. Hal ini berdasarkan dalil:
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggung jawabnya”. (Al-Isra’: 36)
4. Dosa
bisa ditebus kepada sang amir atau imam.
5.
Infak sadaqah dan zakat hanya diperuntukkan amir atau imam dan haram berinfak
kepada orang lain.
6.
Halal mengambil harta milik orang lain di luar kelompok mereka.
7.
Haram nikah di luar kelompok mereka.
3.SYI’AH
Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut,
pendukung, partai, atau kelompok. Sedangkan secara terminologis adalah
sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannnya selalu
merujuk pada keturunan nabi Muhammad saw atau orang yang disebut ahl bait. Poin
penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu
bersumber dari ahlul bait, mereka menolak petunjuk yang berasal dari para
sahabat selain ahl bait atau para pengikutnya (Abdul Rozak : 2009).
Gerakan syiah di Indonesia luar biasa
aktifnya. Mereka sangat pintar menempatkan orang-orangnya di posisi penting
serta sangat lihai melobi para pejabat pemerintah. Kelompok syiah Indonesia
dengan dukungan yang terang-terangan dari kedutaan besar Iran di Jakarta.
Posisi yang mereka atur antara lain adalah:
1. Dr.
Jalaluddin Rachmat untuk menggarap keluarga mantan wakil Presiden Soedarmonno
serta kelompok elit kebayoran Baru dengan menggunakan Yayasan (pengajian
sehati).
2. Ir.
Haidar Bagir (pemimpin di Harian Umum Republika) menggarap
orang-orang dekat Habibie (ketua ICMI- Ikatan Cendekiawan Muslim
Se-Indonesia- yang kemudian jadi WAPRES dan sempat jadi Presiden sementara
melanjutkan Soeharto) dan kelompok intelektual lainnya.
3. Prof.
Dr. Quraisy Shihab yang menggarap tokoh agama termasuk Majelis Ulama Indonesia,
kalau ada keputusan MUI yang mau keras terhadap aliran-aliran sempalan. Dan
dengan pendekatannya yang intensif dengan keluarga cendana akhirnya dia
terpilih menjadi menteri agama pada cabinet pembangunan VII, sehingga LPPI
mengeluarkan brosur kecil yang berjudul: Syiah dan Quraisy Shihab. Seandainya
dia terpilih lagi menjadi Menteri Agama oleh Presiden Habibie, maka LPPI akan
menerbitkan buku yang lengkap tentang Quraisy Shihab mengenai keterlibatannya
dengan Syiah terutama mengenai buku-buku tulisannya (Hartono Ahmad Jaiz :
2002).
Gerakan
Syiah di Indonesia mempunyai beberapa percetakan penerbitan besar serta modern
untuk menerbitkan buku-buku syiah. Menurut LPII tahun 1996 yang lalu, mereka
telah menyebarkan 82 jilid buku tentang Syiah, dan syiah ini banyak tersebar di
berbagai wilayah indonesia sehingga aliran syiah sangat membahaayakan
keharmonisa umat beragama di indonesia.
4.GAFATAR
Fatwa MUI terhadap
aliran GAFATAR sebagai berikut :
a.bahwa di tengah masyarakat telah berkembang organisasi
bernama Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) yang bergerak di bidang sosial, namun
pada faktanya mengajarkan keyakinan dan pemahaman keagamaan yang meresahkan
masyarakat muslim.
b. bahwa di antara keyakinan dan pemahaman keagamaan yang meresahkan tersebut berasal dari ajaran al-Qiyadah al-Islamiyah dan millah Abraham, yakni menyakini adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa setelah Nabi Muhammad SAW, yaitu Ahmad Musadeq alias Abdus Salam Messi sebagai mesias dan juru selamat; mengingkari kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji; serta mencampuradukkan pokok-pokok ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi dengan cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir;
c. bahwa aliran ini berkembang di beberapa daerah yang kemudian menimbulkan keresahan masyarakat, sehingga sebagian organisasi, lembaga termasuk Kejaksaan Agung RI mengajukan permintaan fatwa tentang masalah tersebut.
d.bahwa oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang aliran GAFATAR guna dijadikan pedoman.
b. bahwa di antara keyakinan dan pemahaman keagamaan yang meresahkan tersebut berasal dari ajaran al-Qiyadah al-Islamiyah dan millah Abraham, yakni menyakini adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa setelah Nabi Muhammad SAW, yaitu Ahmad Musadeq alias Abdus Salam Messi sebagai mesias dan juru selamat; mengingkari kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji; serta mencampuradukkan pokok-pokok ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi dengan cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir;
c. bahwa aliran ini berkembang di beberapa daerah yang kemudian menimbulkan keresahan masyarakat, sehingga sebagian organisasi, lembaga termasuk Kejaksaan Agung RI mengajukan permintaan fatwa tentang masalah tersebut.
d.bahwa oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang aliran GAFATAR guna dijadikan pedoman.
Pengambilan
keputusan terhadap fatwa untuk GAFATAR MUI telah mengkaji dali-dalil al qur’an
yang bertentangan dengan ajaran GAFATAR sehingga MUI mempunyai bukti-bukti
untuk menfatwakan bahwa aliran GAFATAR adalah sesat dengan bukti sebagi berikut
:
1. Surat dari Kejaksaan Agung RI Nomor
B-165/D.2/Dsp.2/01/2016 tanggal 29 Januari 2016 perihal Permohonan Fatwa MUI
tentang Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR)
2. Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2007 tentang Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang menyatakan sebagai sesat dan menyesatkan.
3. Keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh Nomor 02 Tahun 2011 tentang Analisa/Kajian Kegiatan Pengrusakan Aqidah/Pemurtadan/Penistaan Agama Islam di Kota Banda Aceh yang melakukan pengkajian tentang aliran Millata Abraham;
4. Fatwa MUI Maluku Utara Nomor 11 Tahun 2015 Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR);
5. Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 01 Tahun 2015 tentang Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
6. Fatwa MUI Kalimantan Barat Nomor 01/MUI-Kalimantan Barat/I/2016 tentang Ajaran Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
7. Keputusan Rapat Kerja Nasional MUI Tahun 2007 tentang Kriteria Aliran Sesat;
8. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V Tahun 2015 tanggal 7 – 10 Juni 2015 tentang Kriteria Pengkafiran (Dhawabith at-Takfir).
9. Hasil Pengkajian dari Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI tentang aliran Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) yang disampaikan pada tanggal 28 dan 30 Januari 2016, yang antara lain sebagai berikut:
GAFATAR merupakan metamorphosis dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Komunitas Millah Abraham.
Paham keagamaan GAFATAR sama dengan paham keagamaan Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Komunitas Millah Ibraham;
GAFATAR menyebarkan keyakinan dan pemahaman keagamaan: (i) adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai mesias dan juru selamat, yaitu Ahmad Musadeq alias Abdus Salam Messi yang hakikatnya nabi akhir zaman setelah nabi Muhammad saw; (ii) mengingkari kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji; (iii) mencampuradukkan (sinkretisme) antara ajaran Islam, Yahudi dan Nasrani dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir.
10. Pandangan, saran, dan pendapat yang berkembang dalam Rapat Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia bersama Komisi Fatwa MUI dan Komisi Pengkajian dan Penelitian pada 2 Februari 2016.
11. Penjelasan dari Kejaksaan Agung RI pada forum tabayun (klarifikasi) dalam Rapat Komisi Fatwa MUI serta Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI pada 2 Februari 2016, yang pada intinya menyatakan bahwa organisasi GAFATAR semula bergerak di bidang sosial, namun dalam perkembangannya mengajarkan aliran keagamaan yang merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah serta aliran Millah Abraham.
12. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa MUI pada tanggal 30 Januari 2016 dan 3 Februari 2016.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.
2. Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2007 tentang Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang menyatakan sebagai sesat dan menyesatkan.
3. Keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Banda Aceh Nomor 02 Tahun 2011 tentang Analisa/Kajian Kegiatan Pengrusakan Aqidah/Pemurtadan/Penistaan Agama Islam di Kota Banda Aceh yang melakukan pengkajian tentang aliran Millata Abraham;
4. Fatwa MUI Maluku Utara Nomor 11 Tahun 2015 Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR);
5. Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 01 Tahun 2015 tentang Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
6. Fatwa MUI Kalimantan Barat Nomor 01/MUI-Kalimantan Barat/I/2016 tentang Ajaran Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR).
7. Keputusan Rapat Kerja Nasional MUI Tahun 2007 tentang Kriteria Aliran Sesat;
8. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V Tahun 2015 tanggal 7 – 10 Juni 2015 tentang Kriteria Pengkafiran (Dhawabith at-Takfir).
9. Hasil Pengkajian dari Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI tentang aliran Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) yang disampaikan pada tanggal 28 dan 30 Januari 2016, yang antara lain sebagai berikut:
GAFATAR merupakan metamorphosis dari Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Komunitas Millah Abraham.
Paham keagamaan GAFATAR sama dengan paham keagamaan Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Komunitas Millah Ibraham;
GAFATAR menyebarkan keyakinan dan pemahaman keagamaan: (i) adanya pembawa risalah dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai mesias dan juru selamat, yaitu Ahmad Musadeq alias Abdus Salam Messi yang hakikatnya nabi akhir zaman setelah nabi Muhammad saw; (ii) mengingkari kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, dan haji; (iii) mencampuradukkan (sinkretisme) antara ajaran Islam, Yahudi dan Nasrani dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir.
10. Pandangan, saran, dan pendapat yang berkembang dalam Rapat Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia bersama Komisi Fatwa MUI dan Komisi Pengkajian dan Penelitian pada 2 Februari 2016.
11. Penjelasan dari Kejaksaan Agung RI pada forum tabayun (klarifikasi) dalam Rapat Komisi Fatwa MUI serta Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI pada 2 Februari 2016, yang pada intinya menyatakan bahwa organisasi GAFATAR semula bergerak di bidang sosial, namun dalam perkembangannya mengajarkan aliran keagamaan yang merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah serta aliran Millah Abraham.
12. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa MUI pada tanggal 30 Januari 2016 dan 3 Februari 2016.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.
Penetapan fatwa MUI berdasarkan
penyelidikkan berlandaskan dalil-dalil al quran dan juga hasil keputusan
memantapkan MUI untuk mengeluarkan Fatwa sesat terhadap aliran GAFATAR
berlandaskan :
a.
Ketentuan umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud
dengan:
Aliran GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara) adalah sebuah aliran keagamaan yang menempatkan Ahmad Moshaddeq sebagai Guru Spiritual dengan meyakini dan mengajarkan ajaran antara lain;
Aliran GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara) adalah sebuah aliran keagamaan yang menempatkan Ahmad Moshaddeq sebagai Guru Spiritual dengan meyakini dan mengajarkan ajaran antara lain;
1.adanya pembawa risalah dari
Tuhan Yang Maha Esa, sebagai mesias dan juru selamat, yaitu Ahmad
Moshaddeq alias Abdus Salam Messi yang hakikatnya nabi setelah nabi
Muhammad saw
2.belum mewajibkan shalat lima
waktu, puasa ramadhan, dan haji.
Millah Abraham adalah pemahaman dan keyakinan GAFATAR yang mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir;
Aliran al-Qiyadah al-Islamiyah adalah aliran yang berkembang dengan dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq yang mengajarkan ajaran keagamaan, antara lain;
Millah Abraham adalah pemahaman dan keyakinan GAFATAR yang mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan kaidah tafsir;
Aliran al-Qiyadah al-Islamiyah adalah aliran yang berkembang dengan dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq yang mengajarkan ajaran keagamaan, antara lain;
1. adanya syahadat baru, yang
berbunyi: “Asyhadu alla ilaha illa Allah wa asyhadu anna masih al- Mau’ud Rasul
Allah”
2.adanya nabi/rasul baru sesudah
Nabi Muhammad SAW, dan
3.belum mewajibkan shalat, puasa
dan haji.
MUI menyatakan bahwa GAFATAR telah Murtad yaitu orang yang telah keluar dari ajaran agama Islam.
MUI menyatakan bahwa GAFATAR telah Murtad yaitu orang yang telah keluar dari ajaran agama Islam.
b.
Ketentuan Hukum
Aliran GAFATAR adalah sesat dan menyesatkan, karena:
1. merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah yang sudah difatwakan sesat melalui Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2007.
2. mengajarkan paham dan keyakinan Millah Abraham, yang sesat menyesatkan karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang tidak sesuai dengan kaedah tafsir.
3. Setiap muslim pengikut aliran GAFATAR dikelompokkan sebagai berikut :
yang meyakini faham dan ajaran keagamaan GAFATAR adalah murtad (keluar dari Islam), wajib bertaubat dan segera kembali kepada ajaran Islam (al-ruju’ ila al-haq).
yang mengikuti kegiatan sosial tetapi tidak meyakini ajaran keagamaannya tidak murtad, tetapi wajib keluar dari komunitas GAFATAR untuk mencegah tertular/terpapar ajaran yang menyimpang.
Pemerintah wajib melarang penyebaran aliran GAFATAR serta setiap paham dan keyakinan yang serupa, dan melakukan penindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pimpinan GAFATAR yang terus menyebarkan keyakinan dan ajaran keagamaannya. Pemerintah wajib melakukan rehabilitasi dan pembinaan secara terus menerus terhadap pengikut, anggota dan pengurus eks GAFATAR.
1. merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah yang sudah difatwakan sesat melalui Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2007.
2. mengajarkan paham dan keyakinan Millah Abraham, yang sesat menyesatkan karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang tidak sesuai dengan kaedah tafsir.
3. Setiap muslim pengikut aliran GAFATAR dikelompokkan sebagai berikut :
yang meyakini faham dan ajaran keagamaan GAFATAR adalah murtad (keluar dari Islam), wajib bertaubat dan segera kembali kepada ajaran Islam (al-ruju’ ila al-haq).
yang mengikuti kegiatan sosial tetapi tidak meyakini ajaran keagamaannya tidak murtad, tetapi wajib keluar dari komunitas GAFATAR untuk mencegah tertular/terpapar ajaran yang menyimpang.
Pemerintah wajib melarang penyebaran aliran GAFATAR serta setiap paham dan keyakinan yang serupa, dan melakukan penindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pimpinan GAFATAR yang terus menyebarkan keyakinan dan ajaran keagamaannya. Pemerintah wajib melakukan rehabilitasi dan pembinaan secara terus menerus terhadap pengikut, anggota dan pengurus eks GAFATAR.
4.
SOLUSI UNTUK MENGATASI TANTANGAN DAKWAH DI ERA GLOBLALISASI
Masalah
dakwah di era globlalisasi telah memberi sinergi pada kegiatan dakwah, ketika
masalah yang menghampiri semakin beragam, maka solusi juga harus di ciptakan
dengan pengkolaborasian ilmu-ilmu penunjang Dai untuk berdakwah di era
globalisasi, hal ini di maksudkan supaya dakwah bisa di sampaikan dengan
efektif. Ada beberapa aspek kemampuan
juru dakwah yang harus dimiliki agar sesuai dengan perkembangan zaman yaitu:
1.
juru dakwah
hendaknya menguasai berbagai disiplin ilmu sebagai modal dalam melakukan
dialog, diskusi atau perdebatan. Dengan dilandasi tata pikir yang teratur dan
mampu meyakinkan lawan dialognya. Menurut Yusuf Qardhawi, pengetahuan yang
harus dimiliki juru dakwah adalah :
a.
pengetahuan
islam yang meliputi pengetahuan sekitar Al-qur’an, sunnah Nabi Muhammad saw,
fiqh (hukum islam), ushul fiqh, aqidah dan tasawuf.
b.
pengetahuan
sejarah.
c.
pengetahuan
bahasa dan kesusastraan.
d.
pengetahuan
humaniora yang meliputi ilmu jiwa-sosiologi-filafat-ilmu akhlak dan ilmu
pendidikan.
e.
pengetahuan
ilmiah (ilmu pengetahuan modern) dan
f.
pengetahuan
tentang kenyataan.
2. juru dakwah memiliki
kedewasaan sikap dan perilaku yang sesuai dan layak tampil dalam forum-forum,
sehingga mampu menciptakan suasana yang bersahabat dan menyenangkan. Karena itu
mencakup kriteria mental yang harus dimiliki dan melekat dari dirinya, seperti
sifat tawadhu’, sabar, rendah diri, lapang dada, dan lain sebagainya.
3. juru dakwah memilki
kemampuan untuk mengambil langkah-langkah atau usaha agar berhasilnya suatu
kegiatan dakwah yang menarik dan berkualitas, sehingga manarik mad’u agar mau
hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan dakwah (Awaluddin Pimai : 2005).
Selain itu, untuk menghadapi tantangan yang
semakin tak beraturan di era globlalisasi ini para Dai juga harus memilih
metode yang tepat. Hal ini bertujuan agar masalah yang terjadi di masyarakat
setidaknya bisa di kurangi dengan usaha Dai, juga dengan harapan supaya masalah
tidak meluas dan masyarakat sadar akan betapa pentingnya hidup berlandaaskan al
quran dan hadist. Dan berikut adalah beberapa metode yang bisa di gunakan dalam
berdakwah di era Globlalisasi, yaitu :
1. Pemanfaatan Teknologi untuk berdakwah
Memanfaatkan teknologi berarti menggunakannya untuk berdakwah, ini tentu akan bertentangan
dengan sebelumnya, dimana teknologilah yang menyajikan masyarakat pada
kekacauan moral dan etika melalui layanan teknoologi. Sehingga untuk memberi
keseimbangan pada masyarakat dan karena masyarakat indonesia adalah penikmat
teknologi terbesar, maka dengan pemanfaatan teknolgi untuk berdakwah di
harapkan dan mengimbangi atau bahkan menetralisasi tayangan-tayangan teknologi
yag negative sehingga masyarakat akan memilih akan melanggar agama atau tidak
dalm menggunakan dan mempraktikkan apa yang ia dapatkan dari teknologi
tersebut.
Berdakwah menggunakan
teknologi tentunya akan menuntut variasi supaya dakwah menggena kepada
masyarakat, sehingga media dan dakwah harus pas penggunaanya. Untuk mengatasi
tantangan dakwah dari penyalahgunaan teknologi, atau bisa juga karena
masyarakat indonesia adalah penikmat teknologi terbesar di dunia, maka dakwah
di sini akan mudah sampai pada masyarakat. Sehingga dakwah menggunakan
teknologi haruslah yang benar-benar bisa merubah kebosanan masyarakat dalam
menerima dakwah melalui teknologi menjadi tertarik untuk memperhatikannya, baik
membaca, mendengar, melihat dari setiap penayangan progam dakwah di dalam
teknologi apapun.
2. Metode berdebat
Untuk mengatasi tantagan yang semakin dasyat
di era globlalisasi ini maka menggunakan perdebatan dalam berdakwah di bolehkan,
hal ini bertujuan untuk mengatasi tatangan yang bersifat ekstrim, misalya dari
kalangan aliran sesat, sehingga pertukaran argument menjadi dakwah bagi setiap
yang mendengarnya. Pemahaman terhadap ilmu agama dan ilmu pegetahuan yang lain
sangat di anjurkan untuk di kuasai oleh dai yang akan berdakwah menggunakan
metode perdebatan.
Melihat berbagai macam perdebatan ini,
Al-Quran menyarankan perdebatan yang terbaik sehingga menjadi metode yang
dianjurkan, sebagai yang diungkapkan dalam nashnya sebagai salah satu metode
dakwah. Metode perdebatan yang baik tersebut merupakan salah satu metode dakwah
rasional (nabhaj aqly) adapun bentuknya bias berupa diskusi, tukar
pandangan, atau dialog.
Sayyid Qutb menyatakan
bahwa dalam menerapkan metode diskusi dengan cara yang baik perlu diperhatikan
hal-hal berikut:
1.
Tidak merendahkan pihak lawan, atau
menjelek-jelekan, karena tujuan diskusi bukan mencari kemenangan, melainkan
memudahkannya agar ia sampai pada kebenaran.
2.
Tujuan diskusi semata-mata untuk
menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab
jiwa manusia tetap memiliki harga diri. Karenanya harus diupayakan ia tidak
merasa kalah dalam diskusi dan merasa tetap dihargai dan dihormati (Sayyid Qutb : 1979).
Ada empat hal penting
yang harus diorganisir oleh da’i dalam memfilter trend masyarakat
global yang negatif, seiring dengan perkembangan dan trend masyarakat dunia
serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu;
1)Perlu adanya konsep dan
strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui
pengefektifan fungsi nilai-nilai agama, karena dengan dasar agama yang kuat
dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam
2) Mempertahankan nilai-nilai
budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang pada dasarnya tidak
bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang menanamkan nilai-nilai
baik dan suci,
3) Perlu
dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk menciptakan dan
memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa bergunanya nilai-nilai baru
itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan
4) Kesiapan
dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima message baru,
apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan
lingkungannya ( Abd.
Madjid, 2000: 79).
Berkaitan dengan dampak
globalisasi pada tatanan kehidupan masyarakat, maka dibutuhkan
metode yang tepat. Metode berarti rangkaian yang sistematis dan
merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti,
mapan, dan logis (Onong Uchjana E., 1999: 9). Dalam
melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang tepat
agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu rencana
yang tersusun dan teratur yang berhubungan dengan cara penyajian.
Adapun operasionalisasi
dari ketiga metode tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Dakwah bi al-kitabah yaitu
berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan
sebagainya,
b)Dakwah bi al-lisan, meliputi
ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan, brain storming,
obrolan, dan sebagainya, dan
c) Dakwah bi al-hal, yaitu berupa
prilaku yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain
sebagainya (Wardi Bachtiar, 1997: 34).
Dalam
rangka keberhasilan dakwah di era global, maka diperlukan da’i yang memiliki
profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan jujur,
memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan
memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal, sesuai kata dengan
perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir strategis, memiliki
kemampuan analisis interdisipliner, sanggup berbicara sesuai dengan kemampuan
masyarakat.(Syahrin Harahap, 1999: 130).
Dengan usaha yang gigih maka di harapkan bahwa para dai mampu
menyadarkan para pemangku aliran sesat, dan pemikiran-pemikirian keagamaan yang
melampaui batas. Hal ini di lakukan supaya tidak ada lagi aliran sesat dan
paham sesat yang hidup di indonesia.
5.KESIMPULAN
Dari apa yang sudah saya jelaskan di atas
bahwa Globlalisasi telah memberikan dampak bagi kegiatan dakwah baik positif
maupun negative. Globlalisasi yang identik dengan penciptaan teknologi yang
mukhtakhir memermudah masyarakat untuk mengakses dunia luar, bahkan dunia yang
melampaui batas agamanya sehingga masyarakat tertarik untuk menerapkan apa yang
mereka dapatkan dari menggunakan teknologi dalam kehidupannya dan tidak
mementingkan lagi bahwa apa yang di lakukannya tersebut bertentangan dengan
agama atau tidak.
Globlalisasi juga telah memunculkan
berbagai paham keagamaan, itu di sebabkan kemajuan berfikir yang salah,
sehingga pemikiran-pemikiran yang sesat seperti itu menimbulkan paham-paham
baru dalam beragama islam, yang ajarannya jauh sekali dari islam namun tetap
menganggap bajhwa keyakinannya sebaian dari islam.
Dalam era globlalisasi Dai di tuntut untuk
lebih cerdas dalam mengkaji masalah di era globlalisasi, sehingga solusi dapat
di ciptakan untuk mengatasi hl-hal yang menjadi tantangan dari Dakwah di era
globlalisasi. Dai di tuntut untuk lebih cerdas dalam menyampaikan dakwahnya,
baik secara lisan ataupun tulisan, baik seecara langsung ataupun menggunakan
media. Sehingga dakwah akan berjalan dengan efektif, karena globalisasi telah memberikan nuansa
dan rasa yang berbeda dalam kegiatan Dakwah.
Daftar pustaka :
Adian Husaini, Dr. 2009 Indonesia Masa Depan – Perspektif
Peradaban Islam, Jakarta: DDII.
Adian Husaini, Wajah Peradaban
Barat, (Jakarta: Gema Insani Press), 2005, hlm. 28-51
Adian Husaini, Dr. 2008. “Tantangan Pemikiran Islam
Kontemporer (Pengantar Umum)”, makalah dalam Islamic
Worldview (Bahan-bahan Kuliah di Program Pendidikan dan Pemikiran
Pasca Sarjana UIKA Bogor).
Ahmad, Hartono.
2002. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-
kautsar.
Altwajri, Ahmed O., 1997. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi Press. Jogjakarta.
Awaluddin
Pimai. Paradigma Dakwah Humanis. (Semarang : Rasail, 2005)
Bachtiar, Wardi, Metodologi
Penelitian Ilmu Dakwah, Cet.
I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Diputuskan dalam Rakernas MUI di
Jakarta, 6 November 2007 M. Dalam hal ini MUI menggarisbawahi
bahwa 10 kriteria di atas tidak boleh diterapkan berdasarkan praduga semata,
melainkan harus berdasar pada penelitian yang shahih.
Dr. Nirwan Safrin, “Kritik Terhadap Paham
Liberalisasi Syariat Islam”, makalah dalam Islamic (Bahan-bahan
Kuliah di Program Pendidikan dan Pemikiran Pasca Sarjana UIKA Bogor), 2008, hlm
Worldview . 28
Drs. Wahidin Saputra, M.A., Pengantar
Ilmu Dakwah, Jakarta, 2011
Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Rekonstruksi
Pemikiran Dakwah Islam, Jakarta, 2008
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu,
Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet.
II; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Harahap, Syahrin, Islam
dan Implementasi Pemberdayaan, Cet.
I; Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 1999
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih
Dakwah; Studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam
dakwah islamiah, Solo, 2011
Kamal, Abu Malik, Ensiklopedia
Halat. Solo: Cordova
Mediatama, 2009.
K.H. Siddiq Aminullah, “Mewaspadai
Sekularisme dan Liberalisme” dalam Majalah Risalah No. 8
September 2009, hlm. 55.
Kompasnia.com
Madjid,
Abd., Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi, Cet. I;
Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Mudzhar, M. Atho, 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. II.
Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, (Bandung:
Persispress), 2010, hlm. 5
Papp, S. Daniel, 1988. Contemporary International Relations -
Frameworks fo Understanding. Macmillan
Publishing Company, New York. Coller Macmillan Publishing, London.
PROF. DR. H. HASANUDDIN
AF, MA Pada tanggal: 23 Rabi’ul Akhir 1437 H/03 Februari 2016
M MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA Ketua Sekretaris, Jakarta
Rais, Amin. Tauhid Sosial. Cet. I;
Bandung: Mizan, 1998S
Rozak, Abdul dan Anwar,
Rosihon. 2009. Ilmu Kalam Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: Pustaka Setia.
Sayyid Qutb, fi
dhibah al Quran, (Cairo: Dar al Syuruq, 1399 H/1979 M), Jilid IV, hal.
2202.
Syamsuddin Arif, Dr.
2008. “Orientalis dan Diabolisme Pemikiran”, Jakarta:
Gema Insani.
Yusuf al-Qardhawi, Islam dan
Globalisasi Dunia, Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar