Rabu, 21 Maret 2018



MAKALAH MATA KULIAH KOMUNIKASI POLITIK
( Propaganda  dan Komunikasi Politik & Retorika dalam Komunikasi Politik )



Oleh : Zakaria Efendi

A.    Pendahuluan
    Sama halnya komunikasi lain, komunikasi politik adalah komunikasi yang dilakukan untuk menyampaikan pesan yang di lakukan oleh lomunikator terhadap komunikannya. Namun dalam hal komunikasi politik pengkhususan dalam kontek berkomunikasi membuat komunikasi politik sedikit berbeda dengan komunikasi-komunikasi lainnya.  Perbedaan komunikasi politik dengan komunikasi lain bukan dalam teorinya dimana dalam praktiknya komunikasi dilakukan dengan dua syarat yaitu terdapat komunikator dan komunikannya. Konteks membuat komunikasi politik sedikit berbeda, karena komunikasi politik dilakukan hanya dalam ruang lingkup kegiatan Politik.  Pengertian komunikasi politik secara sederhana adalah komunikasi yang melibatkan pesan - pesan politik dari komunikator kepada komunikan melalui media massa untuk mencapai efek yang diinginkan sehingga memperoleh feed back.
    Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sahari - hari. Sebab dalam aktifitas sehari - hari tidak satupun manusia tidak berkomunikasi dan kadang - kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar soal kenaikan bbm, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab sikap pemerintah menaikkan bbm sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR. Gabriel Almond (1960) menjelaskan bahwa "komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. "All of the functions performed in the political system, political socialisation and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication, are performed by means of communication."
   Dalam komunikasi Politik terdapat bagian-bagian yang berguna untuk menfokuskan arah tujuan komunikasi politik dengan berbagai cara. Hal ini di karenakan dalam komunikasi politik orang-orang yang terlibat sangatlah banyak, sehingga untuk memetak-metakan tata cara dalam berkomunikasi politik ini juga menentukan keberhasilan komunikasi politik. Antara lain cara-cara tersebut adalah propaganda dan retorika dalam melaksanakan komunikasi politik. Hal ini di lakukan oleh komunikator politik untuk mempermudah menyampaikan pesan politiknya kepada khalayak umum, baik secara langsung maupun menggunaka media.
B.     Propaganda dan Komunikasi Politik
1.      Pengertian Propaganda
    Propaganda merupakan bagian dari Politik, sehingga dalam Komunikasi Politik, Propaganda turut menjadi cara yang di pilih oleh komunikator politik untuk menyampaikan pesan Politiknya. Asal istilah propaganda yang berpengaruh terhadap gejala sosial secara terorganisasi dapat diidentivikasi sekitar satu setengah abad yang lalu. Pada tahun 1622 Paus Gregorius XV membentuk suatu komisi para cardinal,Congregatio de Propaganda Fide, untuk menumbuhkan keimanan Kristiani di antara bangsa-bangsa lain. Secara khas para misioner ini ditugasi untuk menyebarkan doktrin gereja    dan dibentuk kelompok yang terdiri dari beberapa orang,dari tiap-tiap anggota diharapkan mampu mencari ribuan pemeluk baru (Nimmo : 1999).
        Dari ilustrasi di atas, karakteristik utama kegiatannya, yaitu propaganda sebagai proses komunikasi dari satu ke banyak. Propaganda adalah seseorang atau kelompok kecil yang penting khalayak kolektif yang lebih besar. Masyarakat yang telah mengalami dampak moderenisme adalah masyarakat propaganda total, ciri-cirinya yaitu:
  Sebuah. komunikasi satu-kepada-banyak,
b. terhadap orang-orang yang mereka anggap sebagai anggota kelompok,
c. sebagai mekanisme kontrol sosial dengan menggunakan persuasi untuk mencapai ketertiban. Jacques Ellul, seorang sosiolog dan filosof Prancis, mendefinisikan propaganda sebagai komunikasi yang "Digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara logis melalui manipulasi psikologis dan gabungan dalam suatu organisasi"(Nimmo:1999).

2. Propaganda sebagai bagian dari Komunikasi Politik
     Propaganda sebagai bagian penting dalam komunikasi politik, hal ini karena propaga member pengaruh penting terhadap suksenya suatu kegiatan Politik.
Propaganda dapat dianggap sebagai suatu kampanye dengan sengaja mengajak dan membimbing untuk mempengaruhi atau membujuk orang guna menerima suatu pandangan,nilai atau ide terlepas dari baik atau buruknya hal-hal tersebut.
Menurut AC Manulang, seorang pakar intelejen menyebutkan dalam operasi intelejen terdapat tiga jenis propaganda. Pertama white propaganda. Yaitu mempropagandakan yang baik-baik dari kerja opersi intelejen. Kedua,black propaganda yaitu mempropagandakan hal yang jelek-jelek terhadap target intelejen dan grey propaganda yaitu mempropagandakan sesuatu yang tidak jelas faktanya, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.           
     Dalam perkembangannya kini, propaganda menjadi satu cara para elit politik untuk membentuk suatu opini dalam mempertahankan ideologi politik yang diyakini serta memperkokoh hubungan antara partai politik dan partisipan dalam menggalang kesetiaan mereka sederhananya propaganda adalah control sosial.  Common Methodes for transmiting propaganda message include news, reports, historical religion, theather, books, leaflets, movies, radio , television and poster. They are techniques of proganda transmission. ( Metode umum yang biasanya digunakan untuk menyalurkan pesan propaganda termasuk berita, laporan, sejarah agama , teater, buku-buku, selebaran-selebaran, film, radio televisi dan poster).
     Dalam bukunya Suryadi (1993) menuturkan bahwa menurutnya Propaganda adalah sistem komunikasi politik terdiri dari elit politik, media massa dan khalayak. Dari kedua pendapat tadi dapat kita temui posisi penting media dalam propaganda politik. Setiap persuasi politik yang mencoba memanipulasi psikologis khalayak sekarang ini, sangat mempertimbangkan peranan media massa.  Dengan daya jangkau yang relatif luas, dan dalam waktu yang serentak, mampu memainkan peran dalam propaganda. Relevan dengan pendapat Cassata dan Asante, seperti dikutip Jalaluddin Rakhmat (1994), bila arus komunikasi massa ini hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya bila khalayak dapat mengatur arus informasi, siatusi komunikasi akan mendorong belajar yang efektif.
3. Jenis-jenis Propaganda
    Selain dalam hal definisi, pendapat juga terjadi dalam hal klasifikasi Propaganda. Ada yang melihatnya dari sisi sumber Propaganda, dan juga ada yang melihatnya dari keterangan tujuan Propaganda itu sendiri. William E. Daugherty dan Morris Janowitz dalam A Psycological Warfare Casebook mengklasifikasikan Propaganda bedasarkan sumbernya sebagai berikut :
a.       White Propaganda, yaitu Propagaanda yang sumbernya dapat di identifikasi secara jelas dan terbuka. White Propaganda juga di sebut overt Propaganda atau Propaganda terbuka. Dalam ajang pemilu Propaganda jenis ini lebih sering di praktikan karena Propaganda ini sering muncul sebagai iklan Propaganda.
b.      Black Propaganda , disebut juga covert propaganda atau propaganda terselubung, yaitu propaganda yang seolah-olah menunjukan sumbernya, padahal bukan sumber yang sebenarnya. Dengan kata lain, ini jenis Propaganda yang di lakukan secara tersembunyi. Sehingga dengan begitu ketika propaganda itu melanggar hokum, norma atau etika amatlah susah menemukan otak di balik propaganda yang terjadi. Propaganda ini biasanya digunakan untuk menjatuhkan lawan pilitik melalui terror, stigma buruk, dan ancaman-ancaman atau bahkan perang opini.
c.       Grey Propaganda, yaitu propaganda yang seolah-olah berasal dari sumber yang netral, sebenarnya propaganda yang terjadi berasal dari pihak lawan. Pelaku propaganda ini menghindari identifikasi baik dari sumber yang bersahabat ataupun sumber yang berlawanan. Sementara Mertz dan Lieber dalam conflict in context Understanding local to global security, juga doob dalam Public opinion and Propaganda, mnegategorikan propaganda menurut jelas atau tidaknya tujuan pesan yang di sampaikan.
   Selain yang sudah disebutkan di atas ternyata juga ada propaganda yang dilakukan diluar bidang komersil dan politik, yaitu kampanye untuk amal atau kampanye untuk mendapat perhatian umum terhadap suatu kepentingan social, usaha untuk mendapat pengakuan terhadap teori-teori ilmiah atau suatu gaya asitektur tertentu dan promosi untuk suatu prinsip higenis atau suatu kesatuan.
   Beberapa ahli membedakan propaganda menjadi propaganda disengaja dan tidak disengaja, (Nimmo : 2000) menjelaskan dengan memberikan contoh misalnya perbedaan seorang guru ekonomi yang dengan sengaja mendoktrin siswanya dengan pandangan-pandangan Marxis dan guru ekonomi yang ketika menjawab suatu pertanyaan, secara spontan menunjukkan segi-segi positif dalam filsafat ekonomi marxis dabandingkan kapitalisme.
     Tidak hanya itu, ada juga propaganda yang disebut Propaganda of the deed dengan penjelasan sebagi berikut seperti yang di tuturkan oleh (Sastropoetro : 1991), suatu tindakan atau peragaan yang bersifat public  dengan tujuan atau akibat meneruskan atau menghalangi suatau maksud. Efek komunikasi terkadang dapat di raih dengan bantuan sarana fisik yang biasanya tidak digunakan untuk tujuan tersebut. Tindak pembunuhan tidak lazimnya sebagai metode komunikasi, namun pembunuhan dapat dianggap sebagai propaganda of the dead manakala pembunuhan terhadap politis dilakukan sebagai sarana untuk mempengaruhi sikap.

C.     Retorika dan Komunikasi Politik
1.      Pengertian Retorika
     Retorika dari bahasa Yunani orator, guru adalah sebuah teknik pembujuk kalimat secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen, logo Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric with judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam bahasa Gorgias, secara umum adalah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang sedang transaksional dengan menggunakan lambang untuk mendapatkan pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan, kepercayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media lisan atau tertulis, Definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah tersedianya di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas teks dan visual.
   Sehingga dengan pengertian yang demikian sudah pasti Retorika adalah sebuah jenis komunikasi yang penting dalam pilitik, sehingga retorita juga dapat disebut dengan Komunikasi Politik. Retorika sangat perlu di kuasi oleh politisi dan orang-orang yang berkencimpung di dunia Politik, karena kemahiran retorika menjadi peran penting bagi kesuksesan sebuah komunikasi politik untuk menyampaikan pesan politiknya kepada massyarakat yang bertindak sebagai komunikannya. Bagus tidaknya politikus beretorika juga menjadi nilai penting dalam mempengaruhi masyarakat, karena jika seorang politikus tidak mahir memainkan retorika ketika menyampaikan pesan politiknya maka masyarakat tidak akan terpengaruh olehnya.
2.      Retorika dalam Komunikasi Politik
   Retorika adalah seni dalam berbicara,  sehingga kemahiran seseorang dalam beretoorika turut menjadi pengaruh ketertarikan orang lain terhadap komunikasi yang dilakukan. Terutama dalam hal Politik dimana komunikasi dilakukan secara besar-besaran baik secara langsung ataupun melalui media seperti televise, radio dan lainnya. Jika retorika di kuasai oleh seorang politikus untuk menyampaikan politiknya, ini juga turut menjadi kunci bagi kesuksesan misi suatu kelompok politik untuk memenangkan partainya dalam pertarungan politik. Karena dalam menyampaikan pesan politiknya seseorang yang menguasai retorika  akan lebih mendapat perhatian oleh masyarakat di tambah lagi denngan ketegasan seorang komunikator dalam menyampaikan visi dan misinya dalam menyampaikan pesan politik.
   Retorika sama halnya dengan pidato yang di lakukan oleh seseorang untuk menyampaikan pesannya. Tentu hal ini sangat berkaitan dengan kegiatan politik, dimana  sering kita jumpai bahwa dalam kegiatan politik identik dengan pidato oleh seorang pemimpin, calon pemimpin, politikus, atau bahkan oleh orang-orang biasa untuk menyampaikan pesan politiknya. Retorika juga biasanya juga sering dilakukan pada saat kampanye di lakukan dimana banyak team sukses dari kelompok-kelompok politik untuk bertarung secara berorika menarik masyarakat dengan pidato penyampaian pesan-pesan politiknya. Hal tersebut biasanya dilakukan melalui komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung melalui media penyiaran.
3.      Jenis-jenis Retorika
   Jenis-Beroperasi Teori Retorika Adalah shalat Satu ragam Retorika Yang Telah dikelompokan berdasarkan fungsinya, situasai Yang Tepat dan ketepatan using Beroperasi Retorika hearts penyampaian gagasan atau penyampaian Pidato, dengan mengetahui Jenis beroperasi Retorika maka Teori Retorika akan lebih Mudah dipahami dan dilaksanakan Bagi orator atau pembicara Jenis - jenis retorika atas:
a.       Retorika forensik (forensic retorika), berkaitan dengan keadaan Dimana pembicara mendorong timbulnya rasa bersalah atau tidak bersalah Dari khalayak. Pidato forensik atau also disebut Pidato Yudisial biasanya ditemui hearts Kerangka hukum. Retorika forensik berorientasi pada masa waktu lampau. Contoh Retorika forensik yaitu Retorika atau seni berbicara yang digunakan oleh seorang hakim dalam menimbang keputusan tentang salah atau tidak seorang tersangka dalam perkara yang disidangkan dilihat dari perbuatanya di masalalu.
b.      Retorika epideiktik (retorika epideictic), adalah jenis Retorika yang berkaitan dengan wacana yang berhubungan dengan pujian atau tuduhan. Pidato epideiktik Sering disebut also pidato seremonial. Pidato jenis ini disampaikan ditunjukan kepada public dengan tujuan untuk review memuji, menghormati, menyalahkan dan mempermalukan. Pidato jenis berfokus Suami pada isu - isu sosial yang ada pada masa sekarang.
c.       Retorika deliberatif (retorika deliberatif), adalah jenis Retorika Yang menentukan tindakan yang Harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan oleh khalayak. Pidato penyanyi Sering disebut also dengan Pidato Politis. Pidato deliberatif berorientasi pada masawaktu yang akan datang. Contohnya Pidato yang disampaikan oleh calon ketua partai dalam kampanye.

3.Kanon Retorika
   Kanon merupakan tuntunan atau prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pembicara agar Pidato persuasive dapat menjadi efektif, yaitu:
a. Penemuan, didefinisikan sebagai konstruksi atau penyusunan dari Suatu argumen yang relevan hati dengan tujuan dari suatu pidato. Dalam hal ini perlu adanya Integrasi cara berfikir dengan argumen Pidato. Oleh karena itu, dengan menggunakan Logika dan bukti pidato dapat membuat sebuah pidato menjadi lebih kuat dan persuasif. Hal yan membantu penemuan adalah topik. Topik adalah bantuan terhadap yang merujuk pada argumen yang digunakan oleh pembicara. Para pembicara juga bergantung pada civic ruang atau metafora yang menyatakan bahwa pembicara memiliki lokasi-lokasi dimana terdapat kesempatan tinjauan untuk review membujuk orangutan lain.
2. Pengaturan (pengaturan), berhubungan dengan kemampuan pembicara untuk review mengorganisasikan pidatonya Pidato beroperasi umum harus mengikuti pendekatan yang terdiri perbedaan tiga hal, Pengantar (Pengenalan), batang Tubuh (body), dan kesimpulan pengantar merupakan bagian dari pengembangan-pengembangan strategi organisasi hati Serta Suatu Pidato Yang Cukup menarik Perhatian khalayak, menunjukkan topik hubungan dengan khalayak, Dan memberikan bahasan singkat mengenai tujuan pembicara. Batang tubuh merupakan bagian dari pengembangan pengembangan strategi organisasi serta dari pidato argumentasi yang mencakup, contoh dan rinci penting tinjauan untuk review menyampaikan Suatu Pemikiran . kesimpulan atau epilog merupakan Bagian Dari Pengembangan pengembangan strategi organisasi serta hati pidato yang ditujukan untuk review merangkum poin-poin penting yang telah disampaikan pembicara dan menggugah tinjauan untuk review emosi di hati khalayak.
3. Gaya (style), merupakan kanon Retorika yang mencakup penggunaan bahasa untuk review menyampaikan ide-ide didalam sebuah pidato. Dalam penggunaan bahasa harus menghindari glos (kata-kata yang sudah kuno hati pidato), akan tetapi lebih dianjurkan menggunakan metafora (majas yang membantu Untuk membuat hal yang tidak jelas menjadi lebih mudah dipahami). Penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato dapat diingat dan bahwa ide-ide diperjelas dari pembicara.
4. Penyampaian (delivery), adalah kanon retorika yang merujuk pada presentasi nonverbal dari ide-ide pembicara. Penyampaian biasanya mencakup beberapa perilaku seperti kontak mata, tanda vokal, ejaan, pengucapan kejelasan, dialek, gerak tubuh, dan penampilan fisik. Penyampaian yang efektif mendukung kata-kata pembicara dan membantu mengurangi ketegangan pembicara.
5. Ingatan (Memori) adalah kanon retorika yang merujuk pada usaha-usaha tinjauan pembicara untuk review menyimpan tinjauan informasi untuk review sebuah pidato. Mencari google artikel ingatan, Seseorang pembicara dapat mengetahui apa saja yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya, meredakan ketegangan pembicara dan memungkinkan pembicara untuk review tinjauan merespons hal-hal yang tidak terduga.
D. Kesimpulan
      Propaganda dan Retorika adalah konsep-konsep penting yang harus dilakukan dalam kegiatan Politik, karena keduanya berpengaruh penting dalam kegiatan politik. Bahkan dalam praktiknya, komunikasi politik sangat perlu penyampaian menggunakan metode propaganda dan retorika baik secara langsung ataupun melalui media. Hal ini karena propaganda dan retorika mempermudah kegiatan politik, baik dari persaingan politik ataupun untuk tujuan politik. Dalam kegiatan politik apapun, mulai dari kampanye dengan kerasnya persaingan-persaingan antar kelompok politik, ataupun bahkan dalam kondisi netral jauh dari pemilu propaganda dan retorika tetap sering dilakukan oleh pelaku politik, baik oleh pemimpin, politikus, orang-orang yang berkecimpung dalam lingkungan politik, bahkan oleh masyarakat umum.















Daftar Pustaka
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994)
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik, CetIII; Surabaya: PT Remaja Rosdakarya 1999.
Gabriel Almond : The Politics of the Development Areas, 1960.
Barat, Richard Pengantar Teori Komunikasi: Teori dan Aplikasi Jakarta: Salemba Humanika, 2008

  

  
   


SEJARAH PERTUMBBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU PERBANDINGAN AGAMA


Oleh :
Zakaria efendi

I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
   Perbandingan agama merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang  keberadaannya masih tergolong muda bila dibanding dengan  ilmu sosial lainnya. Ilmu ini lahir dan diakui sebagai suatu ilmu yang  berdiri sendiri pada bagian akhir pertengahan abad ke 19. Penelusuran sejarah pertumbuhan Imu Perbandingan Agama, dapat dilakukan melalui perkembangan pemikiran dan melalui kajian-kajian agama sebelumnya. Biasanya, kajian-kajian agama itu selalu dihubungkan dengan perkembangan pemikiran keagamaan sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno sampai masa barat sebelum sebelum dan sesuadah abad ke 19 yang di tandai dengan kemajuan pesat ilmu pengetahuan. Oleh karena itu kelahiran Ilmu Perbandingan Agama ada hubungannya dengan tahapan-tahapan kajian pada masa-masa itu (Adeng Muchtar : 2000).
   Pada dasarnya keberagaman Agama juga turut memunculkan ilmu perbandingan Agama yang bertujuan untuk mengkaji masing-masing agama dengan cara yang benar. Tentu hal ini diaksudkan untuk memberikan fasilitas ilmu kepada umat manusia untuk memeluk keyakinan sesuai dengan tujuannya beragama. Dengan ilmu perbandingan agama manusia diberikan dua fasilitas tertulis untuk mempelajari agama yaitu dengan mempelajari kitab-kitab suci dan buku-buku ilmu perbandingan agama.
    Ilmu perbandingan agama sejatinya tercipta bukan sebagai ajang perdebatan antar pemeluk agama-agama, melainkan ilmu perbandingan agama muncul sebagai fasilitas untuk menengahi akan adanya berbagai macam agama. Sehingga dengan diskusi-diskusi keagamaan menggunakan ilmu perbandingan agama umat manusia akan mendapatkan pencerahan dan pemahaman terhadap agama yang di peluknya. Dengan begitu ilmu perbandingan agama juga dapat di katakana sebagai bekal ilmu pengetahuan untuk terciptanya keberagaman agama yang harmonis, karena membandingkan agama tidak dilandaskan pada pendapat dan keyakinanya sendiri, melainkan juga berdasarkan ilmu-ilmu yang menuntunya.

B.     Tujuan
     Tujuan dari penulisan artikel ini tentang “Sejarah dan Perkembang Ilmu Perbandingan Agama adalah sebagai wujud penulis memenuhi kewajibanya yang mengikuti mata kuliah Perbandingan agama. Selain itu supaya artikel ini dapat sebagai pembuka dan penambah wawasan mahasiswa dalam mata kuliah perbandingan agama deengan mempelajari sejarah dan perkembangan mata kuliah yang sedang mereka jalani.


C.     Manfaat
    Sedangkang manfaat dari penulisan artikel ini adalah untuk sebagai rujukan bagi mahasiswa yang sedang belajar di mata kuliah perbandingan agama. Selain itu juga dapat memberikan pengetahuan tentang ilmu perbandingan agama yang akan bermanfaat untuk pegangan dalam berkehidupan mahasiswa di jurusan komunikasi dan penyiaran islam.
II.                PEMBAHASAN

  Sejak timbulnya agama-agama didunia, maka ahli-ahli pikir telah telah menilai agama mereka masing masing dalam hubunganya dengan agama-agama lain. Banyaklah sudah teori dikemukakan orang untuk menghubungkan satu agama dengan yang lainnya, teori tentang kodrat agama, hukum-hukum yang mengenai pertumbuhan agama dan interpretasi tentang asal-usul agama. Dr.Lehman dari universitas lund memberikan ringkasan yang sangat baik tentang sejarah pertumbuhan ilmu agama ini. Ternyata jauh sebelum Kristus sudah banyak sarjana serta ilmuwan agama yang memberikan sketsa tentang sejarah berbagai agama dan menggambarkan adat-istiadat dan bangsa-bangsa lain yang diketahui pada waktu itu,mereka itu adalah Herodotus (481).Beroses (250 M).Cicero (106-8 SM) DAN Sallustius (86-34 SM) ( Mukti Ali : 2000).
  Untuk pertama kalinya orang menjumpai Dokumen studi tentang agama di kalangan yunani Kuno.sejak abad ke-5 SM.di sini minat terhadap studi agama itu di utarakan dengan dua cara pertama melalui catatan-catatan agama bukan yunani .cara ke dua adalah kritik filosofis terhadap agama tradisional (Mircea Eliade :1959). Pengenalan awal tentang ilmu perbandingan agama, setidaknya dapat dimulai dari kehidupan masyarakat Yunani dan Romawi Kuno. Dimana religiusitas masyarakat Yunani dan Romawi Kuno memiliki kesamaan, diantara karakteristik yang terdapat dalam kehidupan keberagamaannya, bisa dilihat dari  ciri-ciri sebagai berikut.
A.    Zaman Yunani dan Romawi
   Sekalipun secara politis masyarakat Yunani Kuno dikuasai oleh bangsa Romawi Kuno, jika dilihat dari sisi religiusitasnya, keduanya memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda. Banyak tradisi dan isme keagamaan bangsa Yunanimasih dikembangkan atau diambil alih oleh kekaisaran Romawi. Kalaupun ada perbedaan, hanyalah terletak pada sebutan formal terhadap tradisi atau isme yang bersangkutan. Misalnya sebutan dewa Zeus pada masyarakat Yunani Kuno, menunjukan pada  dewa langit yang dipandang memiliki otoritas tinggi di antara para dewa lainnya, di lingungan Romawi disebut dewa Yupiter, dewa langit, yang memiliki ootoritas sebagai dewanya dewa ( Adeng Muchtar : 2000).
    Karena religiusitas kedua bangsa tersebut memiliki kesamaan, kajian-kajian agama dari para ahli pada masa itu hampir memiliki kesamaan pula. Jika kedua masyarakat tersebut  dikarakteristikkan tersimpul dua ciiri, yaitu:
1.      Baik masyarakat Yunani Kuno atau Romawi kuno memiliki kepercayaaan yang Politeistis.
2.      Konsepsi ketuhanan kkedua masyarakat tersebut adalah anthropomorfis (M.Eliade : 1959).
  Kembali pada sejarah terutama sekali  setelah panaklukan Iskandar Agung (356-323 SM) bahwa penulis-penulis Yunani berkesempatan untuk mendapatkan secara langsung mengetahui tradisi keagamaan orang-orang Timur dan kemudian menguraikannnya. Padda zaman pemerintahan Iskandar Agung, Berossus seorang pendeta Bel dari Chaldea telah menerbitkan buku berjudul Babylonika. Seagai seorang sejarawan dia tidak menolak pertimbangan-pertimbangan teoretis. Ia telah mengumpulkan mite-mite bangsa Assiria serta menguraikan praktik-praktik keagamaan bangsa Assiria yang kemungkinan besar dasar-dasar informasinya berasal dari inkripsi-inkripsi ataupun dokumen-dokumen asli lainnya. Ia juga telah menlis panjang lebar mengenai astrologi, sehingga karena sumbangannya itu mempercepat berkembangnya ilmu ini (Zakiah Daradjat, dkk : 1996).
   Dalam hal ini perlu disebutkan bahwa para sarjana Asia juga mempeljari agama-agama Asia. Gambaran deskripsi agama-agama India karya orang Cina telah dibuat oleh penziarah agama Budha seperti Fa-hien (abad ke-5) dan Hiuen-Tsiang (abad ke-7) adalah merupaka karya yang pertama.  Selang beberapa saat para sejarawan dan geografis Bangsa Arab telah mulai mengadakan perjalanan dan mengembara ke benua Asia untuk mengumpulkan data pembawaan geografis. Meskipun terutama minatnya itu dalammasalah bentuk agama Budha, Brahma dan agama Mani, namun mereka mengumpulkan data tentang agama suku-suku bangsa. Diantara para pengembara Arab yang lebih terkenal adalah Tabari, Mas’udi, dan Al Biruni.
     Barangkali saja sitematika perbandingan sejarah agama yang mula-mula telah diperkenalkan oleh seorang sarjana Muslim bernama Shahrastani dengan karyanya Al Milal wa al Nihal. Setelah memperbandingkan semua agama-agama yang dikenal ( tidak termasuk agama-agama suku), ia mengadakan empat kelompok tipologi. Yaitu Islam, Yahudiyang dikelompokkan dalam literary religions, Zoroasterdan agama Mani yang digolongkan quasi-literary religions, Budha dan Hindu yang dikelompokkan dalam dalam philosophical and self willed religions. Shasarani adalah seorang sarjana terdahulu yang menerapkan metode ilmiah dalam studi agama. Pada masa-masa berikutnya orang Eropa yang pertama mengikuti langkah ini adalah Roger Bacon (1214-1294). Bacon studi di oxford dan paris dan kemudian mengajar di Universitas Oxford. Ssebagaimana Shasarani, bacon juga membuat suatu tipologi yang bermaksud untuk mencankup seluruh agama-agama didunia. Yaitu, agama pagan ( mereka yang menyembah alam dan gejala alam) penyembah-penyembah berhala (agama polities dan budha), agama bangsa mongol yang memadukan monoteisme dengan penyembah api dan magi, agama islam , agama yahudi.
B.     Masa Barat
   Masa Barat adalah barat dalam hal pengertiann kulltur dan agama. Pada masa ini, pengertian kultur selalu dihubungkan dengan misi penjajahan, sedangkan pengerian agama identik dengan pengetahuan , yakni agama Kristen. Oleh karena itu, dalam kajian-kajian agama yang dilakukan orang barat, misi penjajahan dan Kristen selalu bergandengan. Sekalipun demikian , tentu saja cirri kajian agama yang dilakukan orang barat tidak selalu demikian. Pada perkembangan studi agama berikutnya , terutama menjelang lahirnya science of religion atau Religionswissenschaft, ilmu pengetahuan secara metodologis menjadi semangat atau faktor utamanya.
   Masa barat sebelum lahirnya ilmu perbandingan agama bisa dikategorikan sebagai berikut:
1.      Sinkritisme, bahwa latar belakang masyarakatbarat dalam mengkaji agama didasarkan pada fakta keagamaan yang ditemukan. Secara formal, Kristen menjadi agama orang barat, tetapi pada kenyataannya ada pula yang masih mempraktikkann agama non Kristen. Atas dasar ini orang-orang barat menelusuri asal-usul tradisi keagamaan tadi dengan maksud untuk memisahkan tradisi keagamaan Kristen dengan non Kristen. Dari hasil kajian ini terdapat beberapa teori, baik yang menyangkutmetode maupun pendekatan tentang asal-usul agama.
2.      Penemuan area baru, hal ini berkaitan dengan penjajahan, aau karena menemukan lokasi baru . Di lokasi baru ini,mereka melakukan penelitian keagamaan tntang isme-isme dan tradisi keagamaan yang berkembang . dari hasil penelitian ini ditemmukan agama-agama dan kepercayaan dan keperayaan baru yang sbelumnya belum diketahui.
3.      Kepentingan missionari, hal ini berkaitan dengan kepentingan agama Kristen untuk melakukan perluasan dan penyebaran agamanya (Farichin, ch, 1987 : 3-5)

Latar belakang kajian barat agama ini melhirkan beberapa teori studi agama. Roger Bacon (1214-1294) misalnya, orang inggris yang untuk lingkungan Eropa merupakan orang pertama yang ahli di bidang perbandingan sejarah agama. Berdasarkan pendekatan perbandingan sejarah ini , ia menemukan beberapa tipologi agama yang ada di dunia .
Begitu pula Loard Herbert (1583-1648) seorang ahli dibidang studi perbandingan , yang berkesimpulan ahwa yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya adalah agama. Oleh karena itu , tidak ada yang disebut Ateis. Ateis hanyalah orang yang berkeberatan untuk mempercayai Tuhan . dia mencirikan beberapa aspek disebut agama, yakni:
1.      Ada dzat yang suci;
2.      Ada unsure penyembahan;
3.      Ada tujuan kebijakan;
4.      Ada unsure tobat; dan
5.      Ada sanksi, yakni pahala dan siksa. ( Majalah wawasan, 1993:33)

Lim aspek tersebut mirikp dengan yang dikemukakan oleh Roland Robertson (1988:56) sebagai berikut :
1.      Keyakinan , yakin doktrin agama;
2.      Praktek agama, meliputi pemujaan dan ketaatan;
3.      Pengalaman agama;
4.      Pengethuan agama;dan
5.      Konsekuensial.

C.     Masa Barat dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan
    Menjelang abad ke-19 atau pada saat-saat kemunculan ilmu Perbandingan Agama terdapat semangat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta orientasi studi Agamapun mengalami perubahan. Studi agama-agama tidak lagi bersifat Primordial atau hanya untuk kepentingan penyebaran Agamanya, tetapi lebih didorong oleh semangat metodologis atau ilmiah, yakni berangkat atas kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Munculah berbagai kajian agama dengan metode dan pendekatan yang beragam pula, sesuai dengan kecenderungan akademik para penstudi itu sendiri.
    Oleh karena itu, pada masa kemajuan ilmu pengetahuan itu, kecenderungan untuk mengkaji agama secara kritis dan ilmiah berkembang pesat. Agama dijadikan  sebagai pokok perbincangan, baik dari arti praktis maupun teoritis. Berkaitan dengan ini ada beberapa alasan yang mendukungnya, yaitu:
1.      Kemajuan pesat ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemikiran-pemikiran ilmiah mempengaruhi dinamika beragama sehingga minat intelektual untuk mengkaji agama secara lebih mendalam menjadi sangat tinggi.
2.      Kecenderungan untuk merekonstruksi agama dalam upaya mengembangkan pada semua urusan dunia.
3.      Pengaruh-pengaruh sosial,politik,dan peristiwa-peristiwa internasional yang mempengaruhi agama-agama (James Hasting, ed. Tt., Vol.10,662)..
   Salah seorang penstudi agama pada masa itu adalah Friedrich Max Muller (1823-1900), seorang berkebangsaan Jerman yang pada tahun 1867 memperkenalkan religionswissenchaft untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap agama dengan menggunakan pendekatan filologi. Menurut Mukti Ali, scientificreligionswissenchaft dibawa oleh Muller pada masa elightement. Sebagaimana para pemikir agama zaman ini, Muller menekankan “religi naturalis”, yakni asal-usul alami dari agama akal dan berpendapat bahwa kebenaran dapat ditemukan pada esensi yang paling universal dari agama dan bukan manifestasinya yang khas.
   Ilmu agama-agama (religionswissenchaft) atau science of religions sebagai suatu disiplin yang mandiri, bertujuan untuk menganalisis unsure-unsur yang sama dari agama-agama yang berbeda sehingga dapat diketahui hokum-hukum perkembangannya, terutama untuk membatasi asal-usul dan bentuk pertama dari agama itu. Dengan demikian, ilmu ini memberikan tambahan yang berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini. Ilmu perbandingan agama lahir sejak abad ke-19 dan dicetuskan hampi bersamaan dengan ilmu bahasa, filologi.
    Joachim Wach, sebagaimana di kutip Romdhon tahung 1996 menyatakan bahwa perintis keilmiahan studi agama ini adallah Mark Muller dengan bukunya Comparative Mhitology, kemudian Intriduction to the science of religion. Pada masa permulaannya, yang menjadi objek favorit ilmu ini adalah mite dan mengutamakan to understand other religion. Pada masa ini di dominasi oleh wataknya yang mengutamakan objektivitas. Atak objektif ini merupakan watak keilmuan.
   Kajian-kajian agama yang dikembangkan ilmu perbandingan agama saat ini tidak terlepas dari suasana historis dan cultural tempat agama itu berkembang. Semangat pengetahuan, sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas sangat dominan dalam mengkaji agama. Berbeda dengan awal masa-masa pengkajian agama sebelum muncul ilmu perbandingan agama, yang menunjukan semangat keagamaan tertentu lebih dominan dalam mengkaji agama, sehinggga mengabaikan kebenaran agama orang lain (Adeng Muchtar : 2000).










III.             PENUTUP
A.    Penutup
     Ilmu perbandingan Agama sejatinya sudah ada sejak zaman yunani kuno dan Romawi kuno, hal ini menunjukkan bahwa manusia sudah mengalami kemajuan berfikir dengan sanggup memilih keyakinan. Dengan begitu manusia saat itu akan berfikir kembali dan menyakini suatu keyakinan yang sesuai dengan kelompok-kelompoknya. Sehingga pada masa itu memunculkan kepercayaan teerhadap dewa-dewa dan fenomena alam yang mereka anggap sebagai suatu yang agung layaknya Tuhan. Memasuki abad ke -19 pemikiran ilmu perbandingan agama modern telah memunculkan tokoh yang fenomenal dalam disiplin ilmu ini, yaitu Mark Muller. Keyakinan setelah hilangnya kekuasaan Yunani dan Romawi memunculkan agama-agama yang mengikuti kebudayaan dimana agama itu muncul. Sehingga dengan begitu ilmu perbandingan agama juga dapat di jadikan disiplin ilmu untuk mengetahui dan mempelajari sejarah-sejarah kemunculan agama. Hal ini tentu sangat beranfaat bagi para kalangan akademisi saat ini untuk mengembangkan keilmuannya dalam hal perbandingan agama untuk mengkaji kebenaran agama-agama yang ada.
















Daftar pustaka
Adeng Muchtar Ghazali.2000. Ilmu Perbandingan Agama. CV Pustaka Setia. Bandung
Joachim Wach.1958. The Comparative Study of Religions, diedit oleh J. M. Kitagawa, Columbia University Press, New York, edisi Indonesia diterbitkan oleh Rajawali, Jakartaa, 1984
James Hastings, tt. Encyclopaedia of Religions and Ethics, Vol.10, Scribner’s, New York
Joachim Wach.1958. The Comparative Study of Religions, diedit oleh J. M. Kitagawa, Columbia University Press, New York, edisi Indonesia diterbitkan oleh Rajawali, Jakartaa, 1984
Mircea Eliade,the sacred and the profane .New york dan London .Harcourt,Brace dan World inc.1959 hlm 219
Mircea Eliade and Joseph M. Kitagawa,ed.1959. The History Of Religions, Essays in Methodology, the University of Chicago Press, London.
Mukti Ali.1969. Ilmu Perbandingan Agama, Yogyakarta: Yayasan Nida Yogyakarta
Roland Robertson.1985. Sosiologi Agama. Rajawali. Jakarta
Zakiah Daradjat,dkk.1996. Perbandingan Agama. Bumi Aksara. Jakarta




MAKALAH MATA KULIAH KOMUNIKASI POLITIK ( Propaganda   dan Komunikasi Politik & Retorika dalam Komunikasi Politik ) Oleh : ...